CHAPTER 04


"Aku pulang!"

Seperti biasa aku mengucapkan salam sebelum masuk rumah, untuk memastikan ada kehidupan tidak di rumahku.

"Selamat datang!"

Terdengar adikku menjawab salamku.


Aku langsung memarkirkan sepedaku di belakang rumah.

"Larut sekali, sekarang sudah jam 8 malam." Tanya adikku sambil mengerjakan PR-nya.

Adikku termasuk orang yang sangat rajin. Dia selalu mengerjakan sesuatu yang berguna setiap aku melihatnya. Dia juga termasuk anak yang jenius. Mungkin jika kami berumur sama, Adikku sudah menjadi profesor sedangkan aku cuma pekerja biasa. Sampai-sampai dia dijamin sekolahnya oleh Perusahaan Mega. Yups, Perusaaan terbesar se-Indonesia.

"Iya, ujianku kali ini benar-benar unik. Mana Ayah?"

Aku menyandarkan tubuhku yang kelelahan kedinding.

"Pergi. Waktu aku pulang dia sudah tidak ada di rumah."

"Mengerjakan PR?"

"Tidak, baca-baca ini."

Kau membaca buku sulit itu? Eh...Membedah Teori Relativitas?

"Aku tidak bisa membuang waktu. Kalau ada waktu aku harus belajar."

"Bagaimana harimu?" tanyaku pada Adikku.

"Biasa, Bagaimana harimu?"

"Menyenangkan."

"Diterima?"

"100%!"

"Kau bukan Tuhan."

"Baiklah, 90%!"

"Ujian apa kali ini?" Kata adikku masih sambil membaca bukunya.

Aku menceritakan stand kami yang sukses besar. Nasi Goreng yang aku buat membuat orang-orang ketagihan. Ava sebagai Maid benar-benar sempurna, aku bahkan sampai malu sendiri melihat senyumnya yang semangat. Strategi membagikan sampel. Kami bahkan sampai menyewa orang dengan uang yang kami dapatkan untuk membantu pekerjaan kami. Terakhir, kami melampaui target penjualan!

"100% masuk, dong?"

Katamu kita bukan Tuhan.

"Maaf. Lupa. 90% keterima, dong"

"Tos dulu!"

Kami tertawa kegirangan seperti orang gila.

"Tunggu"

Tiba-tiba adikku memecah kegirangan kami.

"Bagaimana dengan program beasiswanya?"

...

.....

...........



Sial! Aku lupa!

"Bagaimana kau bisa lupa dengan hal sepenting itu!"

Tenang dulu! Aku sedang berpikir!Kita telepon Mega School.


Dengan kilat aku pergi ke Wartel bersama Adikku.




"Paman! Aku pakai teleponnya!"

"Oh, Al. Ada apa?

"Darurat!" Jawabku singkat.

Kumohon...Angkat...Angat....

"Halo, Mega School. Ada yang bisa saya bantu?"

"A-Anu Nona. Saya mengikuti ujian masuk hari ini. Tapi saya lupa mendaftarkan formulir beasiswa saya."

"Dengan siapa saya bicara?"

Aku mengatakan nama lengkapku.

"Tuan Al. Anda bisa kemari secepatnya?"

Sekarang juga? Baiklah aku akan kesana secepat kelinci yang telanjang kaki di aspal panas disiang hari!

"Kira-kira berapa menit waktu yang anda perlukan untuk mencapai gedung utama?"

40 Menit.

"Bisa lebih cepat? Karena saya setelah ini ada urusan yang tidak bisa ditinggalkan."

Maaf, walaupun saya bersepeda seperti orang kerasukan, 35 menit itu paling cepat.

"Repot juga, ya... Karena besok formulir ini sudah di kirim ke pusat untuk diteken dan disetujui."

Saya harus bagaimana...

"Begini saja, saya akan titipkan ke Satpam saja. Tuan tidak usah terburu-buru. Isi di pos satpam setelah itu berikan saja kepada satpam kami, Pak Joko,"

Pak Joko, saya kenal dengannya.

"Kalau Tuan kenal, akan lebih percaya lagi, kan? Baiklah Tuan Al, saya juga harus pergi sekarang,"

Terimakasih, Nona! Maaf bisa saya tahu nama anda?



"Luciferia"



Saat itu aku merasakan hawa yang sangat tidak enak menyerang kepala dan perutku. Ini adalah awal dari semua kejadian mengerikan yang akan terjadi padaku.



"Bagaimana, kak?"

"Aku harus kesana sekarang juga."

"Kenapa, kak? Kau terlihat tidak enak badan,"

Aku tidak apa-apa. Mungkin aku cuma kelelahan. Hey, Adik. Temani aku ke Mega,

"OK"


Aku mengayuh sepedaku dengan santai.





Kami tiba di Mega School


"Kak, kau sudah bawa formuirnya, kan?"

Tentu saja, bodoh! Aku bukan tipe orang yang akan masuk ke lubang jebakan dua kali berturut-turut. Aku cuma melakukan sedikit error saja, kok.

"Hu~f, Kali ini kau berhasil dengan keberuntunganmu. Dunia tidak sebaik itu membiarkanmu beruntung terus-menerus. Lain kali hati-hati"

Iya, iya.


"Eh, Adik. Sejak kapan kita mulai berbicara seperti ini, ya?"

"Maksudnya 'seperti ini'?"

"Maksudnya... Kau berbicara seolah aku ini teman sekelasmu! Tunjukkan sedikit hormat!"



"Aku... tidak punya sahabat'"

Eh, kenapa tiba-tiba kau berbicara seperti itu.

"Orang bijak pernah berkata,'Sahabat adalah yang tertawa bersamamu saat kau gembira, dan menangis bersamamu saat kau sedih'"

Aku sepertinya pernah dengar yang seperti itu.

"Nyatanya,...Aku... belum menemukan orang yang seperti itu."

Ehm...Apa yang harus aku katakan, dunia tak seindah filosofi.

"Tapi filosofi menggambarkan dunia dengan indah."

Terserah,

"Pokoknya aku nyaman dengan berbicara kasual dengan kakak. Oh ya, Seminggu yang lalu... Sena menembakku. Dia bilang 'Aishiteru' ke aku..."

Hoo...Sena. Dia berani juga, ya. Dipikir-pikir aku tidak berani melakukannya. Benar-benar pecundang. Eh, tunggu. Kenapa pakai bahasa Jepang.

"Aku tidak berpikir kakak itu pecundang. Kesampingkan detail kecil. Pokoknya dia menembakku. Lalu aku jadikan dia eksperimenku, jadi aku iya kan"

Hei, jangan jadikan seseorang menjadi kelinci percobaan seenaknya. Kau terdengar seperti profesor-profesor jahat yang ingin menguasai dunia.

"Kakak, Dengar dulu!"

Ok, Ok, Mode mendengar : ON. Silahkan lanjutkan.

"Karena itu aku coba mencoba untuk sedikit bermain dengan perasaannya."

Wow, terdengar serius. Bisa aku cek dulu otakmu, mungkin saja ada uang rusak atau sesuatu. Mungkin kau terlalu banyak baca sehingga otakmu sedikit terganggu.

"Serius, Kak! Jangan nyela aku terus deh. Ehm, sampai mana tadi...Oh ya, Aku menghabiskan seminggu ini dengan bersama Sena dan meminta teman Sena untuk menceritakan kegiatannya selain di depanku. Ternyata, manusia itu mudah sekali membentuk kepribadian kedua, ya?"

Wow, opinimu bisa menyebabkan kontroversi lho. Kepribadian kedua, ya? Maksudmu seperti di rumah menjadi anak mama yang penurut dan di luar menjadi anak berandal tukang mabok?

"Ya, seperti itu. Dalam kasus Sena, dia adalah anak baik dan rendah hati di depanku, tapi di depan temannya dia jadi anak nakal dan arogan. Nah, menurut Kakak. Mana kepribadian asli dari Sena?"

...Tenang semuanya. Adikku memang terobsesi dengan hal aneh seperti ini. Bukannya senang karena ada yang menembaknya, malah menjadikan orang itu sebagai percobaan. OK, aku ikuti arah pembicaraanmu. Kalau menurutku sih, kepribadian Sena yang asli adalah yang di depan temannya. Riset membuktikan bahwa laki-laki lebih jujur kepada teman dibanding pacarnya.

"Riset darimana, siapa dan kapan? Jangan seenaknya deh." Kata adikku sambil memijat-mijat pundakku.

Iya deh, aku memang ngawur soal riset itu. Tapi tunggu dulu, kalau kita balik papan caturnya... Mungkin saja si Sena hanya ingin mempertahankan temannya, terkadang kau harus mengikuti gaya temanmu untuk menjadi kelompok mereka...

"Exactly! Benar sekali, Kak. Itulah yang terjadi dengan Sena. Menurutku dia mengalami masalah double personality. Aku mencoba mencari penyebabnya"

Jangan sok inggris. Jangan bikin nama penyakit sembarangan.

"Aku akan menyelidikinya lebih lanjut. Akan kucari observer ketiga. Mungkin 4-5 hari lagi. Kalau sudah selesai akan kulaporkan pada Kakak."

Sebenarnya untuk apa kau melakukan eksperimen ini?


"...demi Kakak."

Demi aku?




Ternyata sambil mengobrol, aku sampai ke Komplek Mega U.

Karena ingin buang air, aku ke kamar mandi terlebih dahulu.




"Lama sekali kau," Kata adikku sambil menopang dagunya.

Berisik, sekarang kita ke pos satpam...



"Permisi... Pak Joko! Aku Al! Aku mau menitipkan Formulir Beasiswa!"


...


"Oya... Sepertinya aku tertangkap basah...khihihi..."


Sebuah pemandangan mengerikan terlukis didepan mataku....





Kepalaku sakit mencerna apa yang sebenarnya terjadi...

Mataku sekuat tenaga beradaptasi dengan kegelapan...

Hidungku sesak mencium menyengat amis daging tersayat-sayat...

Telingku sibuk mencari sumber suara orang yang baru saja bicara...

Mulutku terasa pahit merasakan ludahku yang terkumpul di mulutku...

Perutku terasa sangat mual dan sedetik kemudian...


HOEKK!!!HOEKKK!!!


"Eh~ kenapa Al? Kurang enak badan, kah? hihihi"

Suara wanita.


Perlahan, siluet tubuhnya semakin jelas bersamaan dengan pupil mataku yang mulai membiasakan diri dengan kegelapan.

Muntahanku sebagian tersaring ditanganku...Lengket...


Aku terlalu sibuk mencari ke-masuk-akal-an. Apa ini? Kenapa ini?

"Kakak! Ada apa!"

Adikku secara insting mencari saklar lampu yang berada di dekat pintu masuk.


CLIK!


Sebuah mayat bersandar di dinding putih yang dicat merah oleh darahnya sendiri. Wajahnya sudah tak berbentuk lagi...Hanya ada sayatan-sayatan keji yang terlukis dimukanya. Darah kental dan daging segar tercampur menjadi satu, Kejamnya lagi, otaknya terurai keluar seperti usus...

...di depannya berdiri seorang gadis yang kukenal dan tidak mungkin aku lupakan senyumannya. Dia membawa sebilah pisau ditangan kirinya dan tangan kanannya seperti baru saja megorek-orek otak si korban...

Aku masih mengumpulkan nyawaku yang tersebar keluar dari tubuhku karena shock...


Pembunuhan...

Pembunuhan...

Pembunuhan...

Otakku terasa sakit!



a. lari dan kabur
b. menangkap penjahatnya

Lari dan kabur! Tapi, aku sudah menangkap basah pelakunya... Menangkap dia akan jadi pekerjaan sulit walaupun dia wanita karena, dia membawa pisau.

_______!!!

"Kak Karin, apa yang kakak lakukan... Membunuh..."

Ulur waktu!


Aku melihat kembali sekelilingku tapi sambil mencoba tidak melihat kembali mayat tersebut. Adikku tergolek pingsan. Jalan pintu keluar berjarak satu langkah dibelakangku. Jarakku dengannya sekitar 5 langkah. Kalau aku lari sekarang sambil mengangkat adikku akan sangat mudah tertebak gerakanku dan mudah dikejar. Sekarang aku coba ulur waktu dan menahan nafas dari bau darah segar,

"Kau membunuh! PEmbunuh! Kau sadar apa yang kau lakukan??"

"Tentu saja... khihihihi..."

Takut!

Tiba-tiba tubuhku lemas tidak berdaya...Aku bisa merasakan hawa tanpa penyesalan dari kata-katanya.

"Siapa dia?"

"Maksudmu 'Apa itu?'. Dia sudah jadi mayat. Gunakan kata ganti benda untuk benda mati...khihihihi"

"Siapa dia?"

"Pak Jo"


Mendengar nama itu serasa jantungku lepas dan otakku turun ke tenggorokan. Emosiku meluap...


"SIAL KAU!!!"

Tanpa sadar aku mengacungkan kepalanku kepadanya dan melompat menyerangnya...

Dua detik terasa seperti seabad...

Detik pertama, aku bisa melihat senyumannya yang mengerikan. Wajahnya seolah dia sudah tahu apa yang akan kulakukan. Aku merasakan genggaman tanganku yang luar biasa kuat. Namun sepertinya dia menggerakkan tubuhnya juga...

Detik kedua, aku merasakan sesuatu yang hampa dari tangan kananku. Seharusnya aku mengenainya... Seharusnya...Wajahnya yang tadinya berada di daerah pandanganku hilang. Dia menunduk dan menghunuskan pisaunya keperutku. Sensasi hangatnya darah masih segar menempel di pisau dan dinginnya pisau yang menghujam perutku benar-benar terasa sangat singkat, karena segera setelah itu sensasi tersebut berubah menjadi rasa pedih dan sakit...

3 komentar:

greeneyes mengatakan...

weks
mau bikin fanartnya jd mikir2 lagi

tapi cara ketawanya...........
nanti maria ngadu ke beatrice loh

Franz Budi mengatakan...

kalo kk bisa ilustrasi brarti bisa bantu saya donk ^_^

gak kepikiran lagi cara ketawa yang serem jadi tulis aja khihihihihi

Anonim mengatakan...

whoah ternyata ini genrenya... lol omg, saya kira tsundere drama. gak papa, terusin, surprisenya malah bagus kok

hmm proses jualannya gak diceritain ya? sayang, padahal itu spot bagus buat bikin adegan epic, tapi itu bisa dipikir nanti sih yang penting main plotnya maju terus

Semangat ya bro!