CHAPTER 06

"Hai"

Yang benar saja, harusnya kau sudah masuk penjara!

"Ada apa, Al? Sepertinya kau masih kurang sehat?" kata gadis yang memiliki rambut pendek dan senyuman seribu matahari.

Kak Karin berdiri di depanku. Dia memakai seragam Mega School dan membawa sesuatu ditangannya. Kepalaku terasa sakit. Mulutku kering dan mengatup keras seperti tutup botol minuman soda. Aku tidak bergeming menatap matanya seperti batu Obsidian sampai aku sadari bahwa ada orang lain dibelakang Kak Karin.

"Al! Otakmu berhenti berfungsi ya?" Kata seorang gadis berambut panjang yang cukup tinggi.

Dengan mukanya yang tertekuk dia menatapku. Ava sekarang memakai seragam Mega School, terakhir kali aku melihatnya dia dengan balutan baju Maid.

"Apa lihat-lihat? Pasti berpikir jorok!"

Sedikit.

"Wajarlah, dia beruntung melihatmu dengan baju maid seharian penuh. jadi berpikir jorok sedikit wajar, namanya juga anak muda. Hahahaha" Kata seorang laki-laki berambut berantakan dan berdirinya tidak tegap. Ya, si jabrik menyebalkan bernama Edward.

Aku masih trauma bila mengingat wajah pembunuh yang membunuh Pak Jo. Tapi, begitu aku melihat wajah polos 'pembunuh' itu aku tidak bisa memikirkan bahwa Kak Karin adalah pembunuh. Aku berusaha tenang sambil menjaga jarak dengan Kak Karin yang berada di depanku dengan mundur dua langkah kebelakang. Siapa tahu itu senyum palsu dan dia akan menusukku secara tiba-tiba.

"Kak Edward, Ka-Kak Karin, Ava... Silahkan masuk. Maaf rumahku jelek..." Kataku merendah.

Ah, bukan. Disebut merendah kalau rumahku. Kalau rumahku benar-benar jelek berarti aku sekarang sedang menyampaikan berita atau fakta dan bukan merendah. Ah, sebelum itu, Ava pinjam telinga sebentar!

"A-Apa?"

Mungkin karena tidak mengira akan dipanggil olehku, dia kaget. Lucu sekali. Hahaha...

"Kau tahu apa yang tragedi yang menimpaku, kan?"

"Tahu. Aku turut berduka cit-"

"Pembunuhnya sudah tertangkap?"

"Belum. Ah, tapi santai saja! sekolah dijaga ketat sekarang."

Bertindak setelah kejadian sama saja seperti menjaga bangunan yang telah dibom. Seharusnya mereka brtindak sebelum aku mengalami tragedi mengerikan ini!

"Kalau mereka tahu di mana akan terjadi pembunuhan, pembunuhan tidak akan terjadi!"

"Kau tahu bahwa aku melihat pelakunya secara langsung?"

"Ya, itulah alasanmu masuk rumah sakit kan? Kau melihat pelaku secara langsung, kau ditusuk dan pelakunya melarikan diri."

"Sebenarnya pelaku yang aku lihat adalah Kak Karin."

"..."

Mana reaksimu? Kau seperti Ultraman yang sudah bertarung selama 3 menit dan alarm merahnya berkedip.

"Maaf, bisa diulangi?"

"Kak karin adalah pelaku pembunuhannya."

"Wow"

Mukamu seperti seorang jendral yang seluruh pasukan Mobile Suitnya dihancurkan oleh sebuah Gundam.

"Dipikir-pikir Kak Karin memang berperilaku aneh..."





"Anu, maaf sampai kapan kami harus menunggu?"

"Hei bocah! Kalau mau mengobrol secara privat nanti saja! Lakukan setelah kami menyelesaikan urusan kami denganmu."

"P-Privat??!"

Wajah Ava kaget dan memerah. Jangan bereaksi seperti itu, tsundere-mu kelihatan.

"Apanya yang Tsundere! ARGH! Kalian semua menyebalkan!"






"Silahkan duduk, eh... maaf aku tidak akan menawarkan sirup atau apapun karena benar-benar tidak ada. Gula sekarang mahal, kau tahu? Eh, minuman untuk 1,2,3,..5 orang, ya?"

Aku bukannya salah hitung. Memang ada 5 orang tamu. 3 orang teman sekolahku walaupun aku belum masuk sekolah secara resmi, dan 2 orang memakai setelan jas. Setelah aku tadi bertanya, ternyata mereka adalah butler dari Kak Karin dan Ava.

"Maaf, tuan Al. Cukup 3 minuman saja. Anggap saja kami tidak ada."

Eh, baiklah.

Saat aku akan pergi kedapur, ternyata ayah sudah membawa 6 gelas air tawar.

"..Tidak perlu repot-repot, Yah..."

Aku mengambil 6 gelas yang dibawa ayah dan membagikannya dimeja kecil keluarga kami. Ayah langsung kembali ke dalam.

"Terima kasih~" Kak Karin melemparkan Senyuman Seribu Matahari ke arahku. Agh, tapi aku langsung kembali ke kesadaranku, bahwa aku masih mencurigainya sebagai pembunuh.

"Ok, Boca- Maksudku Al. Pertama-tama kami ucapkan duka cita kami atas kejadian yang menimpamu di kompleks Mega School. Kami membawa parsel atas rasa bersalah kami membiarkan seorang junior kami terluka di dalam kampus."

Terimakasih, Kak Edward. Eh, kenapa kau jadi sopan seperti itu?

"Kedua, kami menyampaikan selamat atas diterimanya proposal beasiswa anda,"

Benarkah? Syukurlah... Tadinya aku akan berhenti sekolah jika aku tidak mendapatkannya.

"Kalau kau tidak dapat beasiswa itu, perusahaan ayahku bisa membiayaimu." kata Ava sambil mengambil gelasnya.

Hahaha tidak perlu. Aku sudah mendapatkannya. Jackpot!

"Ketiga, kami memberitahukan bahwa Anda, saudara Al. Bahwa Aku dan Karin akan menjadi Senior Pengawas dirimu dan Ava,"

"Tidak masalah sih," Kataku santai.

"Keempat, aku menemani Karin sebagai pihak ketiga yang netral untuk menyelesaikan masalah kalian berdua."




"Al, aku tahu kau mencurigaiku sebagai pembunuh Pak Jo..."



Ohok!ohok! aku terbatuk-batuk karena aku tersedak saat minum. Ava sama kagetnya denganku. Kami seperti orang yang baru saja menggunjing dan ternyata orang yang sedang dibicarakan mengetahuinya.

"BA-bagaimana Kak Karin bisa tahu... Maksudku, aku tidak mencurigai Kakak kok...hahaha"


"Beberapa hari yang lalu, polisi menanyai alibiku."



Ugh. Baiklah aku mengaku. Aku mencurigai... tidak, aku yakin hampir 80% pelakunya adalah kakak. Maafkan aku. Aku juga akan jujur sekarang bahwa aku takut pada Kak Karin sekarang. Aku takut Kak Karin akan menikamku dari belakang atau sesuatu... Aku juga akan mengaku kalau aku mengatakan pada polisi bahwa pelakunya adalah Kak Karin. Aku melakukannya karena aku yakin dengan pandangan mataku.

"Beraninya kau bicara begitu pada Nona Karin!" seorang butler bereaksi setelah aku berkata seperti itu.

Namun dengan sebuah isyarat tangan, Kak Karin menghentikan butler itu.

"Apa kau tahu bahwa pada jam itu, aku pergi keluar kota?"

Tidak. Tapi aku tidak akan percaya begitu saja.

"Buktinya polisi tidak menangkapku"

Aku tidak percaya pada siapapun! Kepada polisi juga! Polisi ditambah uang sama dengan urusan beres. Aku tidak percaya sampai Kak Karin memberikanku bukti nyata!

"Aku tidak punya motif..."

Aku tidak percaya motif. Siapa tahu kau psikopat.

"Aku memiliki foto ini..."

Aku tidak percaya foto! Bisa saja itu foto buatan.

"Aku punya saksi..." Wajah Kak Karin mulai melesu.

Siapa?

"Butlerku."

Selain dia! Kalian bisa-bisa saja bersekongkol.

Aku bisa melihat butler Kak Karin berusaha keras menahan amarahnya.

"Maaf, aku hanya pergi dengan butlerku pada hari itu..."

Berarti kau pelakunya!

"Al, tenang, tenang. Kita semua ingin menyelesaikan ini dengan baik." Ava mencairkan suasana yang tegang. Aku mulai mengambil nafas dalam-dalam.

"Bagaimana aku bisa membuktikan ke-tidakbersalahan-ku?" Mata hitam obsidiannya mulai kehilangan cahayanya. Aku tetap waspada.

Baiklah, tapi sebelumnya... Kak Karin tahu apa 'Waktu' itu?

"Em... Sedikit sulit mendefinisikannya dengan kata-kata..."

Baiklah kita gunakan definisi yang aku tahu. Waktu adalah sebuah pembatas gaib yang mencegah satu orang melakukan dua atau lebih kegiatan yang tidak sinkron dan mencegah satu orang berada didua atau lebih tempat yang berbeda. Karena itu aku hanya mempercayai waktu sebagai bukti yang terkuat dan tidak terpatahkan. Kalau saat itu Kak Karin berada di tempat berbeda, berarti Kak Karin tidak berada di tempat kejadian dan tidak bersalah. Untuk itu kakak cukup membuktikan bahwa kakak tidak ada di kampus pada saat pembunuhan terjadi.

"Emh~ baiklah Al, tapi pertama dengarkan aku dahulu," Kata Kak Karin memohon.

"Al, kau lebih baik jangan menyelanya, kita selesaikan semua sekarang juga,"Kak Edward memandangku dengan tajam.

Aku tahu.

"Pada malam hari itu, aku pergi ke tempat kesukaanku dengan butlerku naik helikopter. Maaf, aku tidak bisa mengatakan dimana lokasinya, yang jelas cukup jauh dari sini. Aku mengambil foto ini dan langsung pulang setelah melihatnya sebentar."

Foto berlatar belakang hitam dan penuh titik putih bercahaya. Apa ini? Langit?

"Benar! Keren kan~! Keren sekali!!!" Kak Karin terlihat sangat semangat dan antusias.


"Lalu apa hubungannya dengan pembunuhan ini?" Kataku menyela,

Wajah antusiasnya berubah lesu, mungkin karena aku masih menduganya sebagai pembunuh. Wajahnya seperti anak kucing yang tidak jadi diberi makanan yang sudah disodorkan padanya.


"Dia tak bersalah, Kak."


Tiba-tiba adikku muncul dari arah pintu depan. Wajahnya yang santai menatap kami semua secara bergiliran.

"Maaf tiba-tiba ikut campur, saya Ami, adik Al." dengan sopan adikku mengenalkan dirinya.

"Kapan kau pulang?" tanyaku tanpa berpikir. Mungkin sudah jadi kebiasaan.

"Dari awal kalian membicarakan masalah ini, aku tidak langsung masuk karena aku ingin mendengarkan semuanya. Maafkan aku," kata adikku dengan tanpa mengurangi aura keeleganannya.

"Jadi Ami, kau tahu sesuatu tentang pembunuhan ini?" Kata Edward.

"Sebenarnya aku hadir saat kakak bertemu dengan pembunuhnya."

"Kalau begitu, kau adalah saksi yang berharga, duduklah. Dik Ami Saya Edward,Ini Karin, orang yang disanka pembunuh oleh kakakmu, dan ini Ava,"

"Senang berkenalan dengan kalian semua." Adikku duduk disebelahku.




"Jadi, kenapa kau bisa berkesimpulan bahwa Karin tidak bersalah, Ami?"

"Banyak faktor, mungkin pertama adalah fakta bahwa Kak Karin sangat takut dengan darah,"

Haah? Apa itu bisa disebut fakta?

"Tentu saja Kak,"

"Eh~ kenapa kau bisa tahu itu Ammi?" Kata Kak Karin kaget.

"Informasi Rahasia."

Kenapa kau terdengar seperti Penjelajah Waktu dari masa depan itu sih? Katakan alasan kenapa Rahasia!

"Tapi Kak Karin pasti bisa mengontak psikiater Kak Karin untuk mengkonfirmasi ini, benar kan?" Adikku melihat dengan pandangan meremehkan ke arahku. Hentikan itu! Aku tidak suka!

"Iya sih," wajahnya seperti terkagum-kagum dengan Adikku.

Tetap saja aku sulit percaya!

"Haa~ Aku sudah menduga untuk Kakakku tersayang yang keras kepala ini memang butuh bukti lebih dari ini..." Kata Adikku menghela nafas.

Diam kau.

"Bukti kedua, foto bintang tersebut adalah foto asli yang diambil pada hari pembunuhan. Setiap beberapa bulan, Kak Karin pergi ke daerah itu untuk mengambil foto bintang. Kalau kita asumsikan pada hari itu Kak Karin mengambil di spot yang sama, maka pemandangan langit akan persis seperti ini," Kata Adikku menunjuk foto yang berada di tengah meja.

"Selain itu, waktu pencetakan foto dan bukti-bukti lainnya akan kutunjukkan nanti untuk membuktikan keautentikan foto ini, bagaimana?" Kata adikku.

Tunggu sebentar, kenapa kau bisa fully equipped dengan informasi selengkap itu.

"Informasi Rahasia"

ARgh! Hentikan itu! Cepat katakan padaku!

"Adikmu benar-benar sangat menarik, Al. Dia muda, cerdas dan cantik. Dia sangat Moe! Beruntung kau punya adik seperti Ami. Dia karakter loli yang dibutuhkan setiap anime, hahahaha"

Jangan menggunakan pendekatan itu untuk manusia! Kau terdengar seperti Stalker yang berbahaya!

"Aku kira aku jatuh cinta padamu Ami" Edward langsung saja mengatakan itu tanpa sensor.

Hei! Hei! Sebentar! Aku tidak mengizinkan! Aku tidak akan mengizinkannya! Langkahi dulu mayatku! Dasar Sial!!!

"Eh, kenapa Al? Kau terlalu overprotetif, atau jangan-jangan kau Siscon?"Kata Edward sambil menunjukku.

Sister Complex? Enak saja! Aku tidak berpikir adikku sebagai lawan jenis yang boleh dinikahi, kok! Aku cuma tidak rela dia bersama orang aneh sepertimu. Lagipula adikku belum tentu mau denganmu!

"Aku sebenarnya sih, OK-Ok saja, tapi kakak MEMANG Siscon kok," Kata adikku dengan santai.

Hei! Jangan mengatakan sesuatu yang bisa menimbulkan kesalahpahaman!

"Eh, Al Siscon???" Kak Karin kaget dan membelalakkan matanya.

"Ohok! Ohok!" Ava tersedak karena saat mendengarkan dia sedang minum.

Lihat! Kau bilang yang aneh-aneh sih!

"Heee... Jadi kau tidak mengakuinya? Kak Aisa~~~" Kata adikku dengan pandangan nakal.

Ugh.

"Ami kami ingin dengar lanjutannya!" Ava yang dari tadi diam, tiba-tiba angkat bicara.

"Kami? yang ingin tahu sepertinya kau saja,kan?" Kata Edward menggoda Ava.

Ava tersentak mundur, wajahnya memerah.

"Eh, tapi aku jug- Aw! Ed! Sakiiit tau! Kenapa kau injak kakiku."

Jangan suka mengorek-orek kehidupan cinta orang lain! Ami! Jangan cerita!

"Kakak benar-benar suka dengan Almarhumah..." Kata adikku dengan satu ketukan nafas.

"Almarhumah, jadi dia sudah..." Kata Ava terlihat sedikit menyesal.

"Sudah, sudah, berhenti menggosip, kita jadi melenceng dari topik! Aku ngaku deh. Tapi kalau kau lihat Alm. Kak Aisa kau pasti mengerti perasaanku! Dia wanita yang luar biasa. Aku dulu menyukai wanita dan wanita itu ternyata kebetulan saja adalah Kakakku. Itu cuma pikiran naif anak kecil, sekarang tentu saja kalau aku berpikir hubungan seperti itu tidak normal," Kataku menghentikan topik yang sudah melenceng ini.



"Pertama, aku akan menolak pengakuan cinta kak Ed dulu, Sayang sekali aku sudah punya pacar. Maaf aku harus menolakmu"

"Sayang sekali," Namun wajah Edward terlihat biasa saja.


"Oh, ya katamu kau bereksperimen dengan pacarmu, setelah itu katamu kau akan putuskan dia," Kataku teringat kembali kata-kata adikku tepat sebelum tragedi itu terjadi.

"Oh, Sena cukup manis, baik dan dia kaya. Bukti-bukti tentang kasus ini aku dapatkan setelah meminta padanya. Yang penting aku butuh uang untuk segala penelitian kecilku. Kalau kau miskin, cari pasangan yang kaya raya,"

Dasar materialis. Apa kau tidak tahu bahwa harta adalah hal yang menjatuhkan Qorun sehingga dia dikutuk ditelan bumi.

"Seingatku tidak begitu ceritanya, Qorun melupakan Tuhan karena dia sibuk mengumpulkan harta. Sedangkan aku butuh uang untuk segala eksperimen yang aku lakukan..." Kata adikku menggelengkan kepalanya.

"HAHAHA! Lucu sekali Al, Kau kalah bicara dengan Adikmu!" Ava tertawa sangat keras.

Biarkan saja. AKu mengakui kalau adikku lebih pintar dariku. Aku mengakuinya. Mengakui kekalahan adalah tindakan Ksatria tahu!

"Ta-tapi, lucu sekali! Wajah polos adikmu mengalahkan muka seram mu! Hahaha! Datang bertamu hari ini benar-benar berkah!"

"Berkah karena bisa mengenal orang yang kau sukai lebih dalam," Sela Ed.

"Diam kau! Kenapa kau reseh terus sih!" Kata Ava melempar bantal kursinya ke arah Edward.





"Jadi kakak sudah percaya dengan bukti-bukti yang aku sodorkan?" Kata adikku dengan wajah sok tahunya.

Belum, sama sekali. Aku butuh bukti yang seperti Detektif Con*n! Bukti yang membuat pelakunya tidak bisa mengelak lagi.

"Al, apa kau masih belum puas dengan bukti-bukti itu? Lihatlah Kak Karin. Kalau dia memang pembunuhnya dua tidak akan sampai seperti ini, datang jauh-jauh untuk menjelaskannya padamu." Kata Ava membujukku.

Aku menatap wajah Kak Karin sekali lagi. Melihatnya sedih benar-benar membuatku sedih. Tapi aku tidak bisa begitu saja mengabaikan hati kecilku. Lalu aku menyatakan sesuatu yang aku lupakan selama ini.

"Bukankah kau juga berada dilokasi pembunuhan saat itu? Atau kau pinsan terlebih dahulu sebelum melihat pelakunya?" Kataku.

"Huuf~ sebenarnya aku tidak mau mengatakan hal ini dulu..." tiba-tiba adikku mengatakan sesuatu.

Kenapa? Katakan saja.

"Kakak, apa kau tahu apa ini?" Adikku megatakannya seraya mengeluarkan bolpoin biru dari kantongnya.

Sebuah bolpoin biru.

"Kak Karin, ini apa?"

"Eh, bolpoin biru?" Kata Kak Karin ragu-ragu mungkin dia mengira itu adalah pertanyaan menjebak.

"Tepat sekali. Tapi bagaimana kalau aku bilang ini bolpoin merah?" Kata adikku sambil tersenyum kecil.

Yang benar saja! Jelas-jelas itu bolpoin biru. Apa otakmu rusak? Mungkin kau baru saja menelan mie basi?

"Lihat. Kakak bereaksi saat aku berkata ini bolpoin merah. Karena kakak percaya bahwa aku juga melihat ini sebagai bolpoin biru, begitu juga Kak Karin, kan?"

"Eh, iya."

"Bayangkan begini, misalkan ada 3 orang. A, B dan C. A melihat hantu dan berteriak minta tolong.B dan C datang menolong tapi mereka tidak melihat hantu tersebut. B dan C bisa saja mengira A berbohongkan? Tapi jika A dan B melihat bersamaan dan Minta tolong pada C. C jelas akan sedikit ragu-ragu dan A dan B akan saling mendukung. Jika ketiga orang tersebut melihat bersamaan, maka semua itu akan menjadi 'fakta' bagi ketiga orang tersebut." Jelas adikku seperti kecepatan partikel yang diputar di dalam Large Hadron Collider.

Aku mengerti tapi tidak mengerti.

"Apa yang dibutuhkan untuk menyakinkan bahwa ini bolpoin biru?" Kata adikku sambil memandang kami semua.

"Sebuah pengakuan dari x+n orang, dengan x adalah diri sendiri dan n bilangan asli. " Kata Edward.

"Tepat sekali."

Lalu apa hubungannya dengan pembunuhan ini dan ketidakbersalahan Karin. Jangan kau putar-putar aku dengan logika yang susah seperti itu.

"Selama ini kakak percaya pada pandangan mata kakak. Aku dulu tidak pernah mengatakan hal yang mengkontradiksi pernyatakan kakak bahwa pelakunya Kak Karin. Tapi barusaja aku mengkontradiksi kakak. Kakak tentunya sedikit ragu,kan?"

Tentu saja, tapi aku masih percaya dengan mataku.

"Bagaimana aku bilang begini..."



"Tidak ada SEORANG pun di lokasi kejadian. Aku memang pingsan. Tetapi setelah aku menyalakan lampu, tidak ada seorang pun selain mayat Pak Jo."





...yang benar saja!

4 komentar:

Anonim mengatakan...

greeneyes:
wuiiih!!
untung belum saya bikin gambarnya!!
mungkin saya bisa minta deskripsi chara aja deh

dan saran: jika anda berniat memakai twisted logic ala umineko sebaiknya berhati2 aja ( kalo materi dan persiapan tdk mencukupi bs bingung sendiri nanti )

tp mungkin anda perlu saran yg obyektif dr pihak ke3

sebaiknya anda lebih mempromosikan blog ini

Franz Budi mengatakan...

saya PM ke id anda ya?

Ann Rei mengatakan...

pgen tau lanjutannya (ga penting) haha...

Anonim mengatakan...

Tersedia :
1.VIMAX Herbal (pembesar dan perpanjang penis)
2.Viagra USA no 1
3.Cialis England 20/50/80 mg
4.Levitra Germany 20/100 mg
5.Procomil Spray
6.Perangsang Wanita Spontan
7.Vakum + Crem Payudara Montok
8.Vakum Big Long + Lintah Oil
9.Boneka Full Body
10.Sextoys P/W Komplit

http://www.pusatobat-priaperkasa.com/