CHAPTER 01
Dunia semakin panas!!!
Global Warming sudah menjadi isu umum sekarang, namun langkah apa yang sudah kita semua lakukan? Aku rasa keserakahan manusia sudah mencapai tingkat yang mengerikan. Meskipun Dunia semakin panas, kebanyakan mereka tidak perduli.
Seperti yang dikatakan Isac Asimov dan Frederik Pohl…
Sebagian manusia sulit menyadari realitas kehancuran lingkungan hidup yang ada di sekitarnya. Ini karena penghancuran-penghancuran lingkungan hidup itu bersamaan dengan proses-proses yang sedang mereka kerjakan sendiri, yang sering bertujuan membangun masa depan. Padahal yang terjadi adalah sebaliknya. Tragedi masa depan itu justru sedang berjalan di depan kita sendiri yang menjalankannya.
Padahal dampak yang ditimbulkan Pemanasan Global tidaklah bisa diremehkan. Namun salah satu yang paling membuatku sebal adalah aku jadi mandi keringat di tengah-tengah pelajaran. Rasanya seperti sedang sauna!
Sambil meratapi nasib Bumi yang tercinta ini, aku mengerjakan soal matematika yang diberikan guruku sambil mengendorkan dan memasukkan angin ke seragam OSIS ku yang basah karena keringat
Sambil meratapi nasib Bumi, aku mengerjakan soal…
“Kau seperti nenek-nenek saja, kalau panas, ya panas saja. Jangan menyalahkan manusia lain dong. Pake bawa-bawa kutipan mutiara orang lain, dasar sok!” Kata teman sebangkuku.
Aku memandang teman sebelahku. Dia memasang wajah sebalnya seperti ibu-ibu yang sedang butuh uang tapi tidak dapat arisan.
“Hei Iwan, Kalau kau punya waktu untuk mengomentari ocehanku, lebih baik cepat selesaikan tugas matematika yang tiada akhir ini. Lalu kita ke kantin, kita tinggalkan saja guru itu. Sampai kapan kita diperbudak cara belajar ortodok seperti ini!” Kataku dengan malas.
“Aku sudah selesai mengerjakan nomor genap, sini pekerjaanmu. Aku salin dulu,” Kata Iwan dengan berbisik.
“Nih, aku juga selesai dengan nomor ganjil. Aku benar-benar sebal dengan guru matematika kita. Dia bersantai-santai duduk mengawasi sedangkan kita mengerjakan soal. Dia tidak pernah menjelaskan, dia hanya membaca modul! Kalau dia mendapat gaji dengan cara seperti ini, berarti ini tidak adil. Dia makan gaji buta! Dimana keadilaaan!!!” Kataku menyuarakan suara hatiku kepada teman sebangkuku.
“Berisik! Kalau kau mau protes, di depan gurunya sana. Mungkin otakmu mendidih karena Global Warming sehingga otakmu konslet atau sesuatu.” Sahut Iwan dengan sadisnya.
Sebelum kami menyelesaikan Sistem-Mengerjakan-Separuh-Separuh ternyata bel yang menandakan jam pelajaran selesai bergema di ruangan kami.
Sial, satu hal yang membuatku kagum dengan guru matematikaku adalah dia sanggup membuat soal yang meski dikerjakan dengan Sistem-Bagi-2-Kerjaan akan berakhir sesaat sebelum bel pergantian pelajaran.
“Sial, kemampuan Guru itu belum tumpul juga, kukira kita bisa menyelesaikan semuanya dengan cepat, ternyata soal nomor 5 dan 6 membuat waktu kita terulur banyak,” Kata Iwan sambil menyesali kelambatannya dalam mengerjakan soal nomor 6.
Karena sekolah kami memakai sistem Moving Class, kami harus berjalan ke kelas selanjutnya. Kenapa sekolah sebesar ini memakai sistem yang membuat ngos-ngosan ini, perjalanan dari kelas Matematika ke kelas selanjutnya-PKn memakan waktu 10 menit jika kau malas-malasan. 7 menit jika kau bersemangat dan 2 menit jika kau naik kuda, mungkin.
Dipersimpangan aku dan Iwan berpisah dengan gerombolan anak-anak kelas kami. Seperti biasa kami berniat terlambat sebentar karena perut tidak bisa dikompromi. Tujuan kami tidak lain dan tidak bukan adalah kantin. Namun saat kami sudah mengisi perut dengan makanan tidak sehat ala kantin tiba-tiba temanku menyarankan sesuatu.
“Mau mampir ke sebelah?” Kata Iwan sambil tersenyum
Maksud Iwan sebelah adalah bagian All-Girls School.
Sekolah kami memang dibagi 2 yaitu bagian Laki-laki dan Perempuan. Selain itu sekolah kami juga bukan Sekolah Menengah Atas biasa, sekolah kami memiliki jurusan khusus. Untuk sekolah Laki-laki dan perempuan pun masing-masing jurusannya berbeda. Dan untuk informasi, satu-satunya jalan yang menghubungkan kedua gender adalah perpustakaan dan bel pulang sekolah.
Namun karena dipisahnya Laki-laki dan Perempuan yang diletakkan bersebelahan pastilah terjadi fenomena yang konyol. Seperti saling menulis nomor HP di meja baca perpustakaan atau bahkan dibuku milik perpustakaan. Dan perpustakaan seperti sudah beralih fungsi menjadi tempat ketemuan.
Meski sudah diantisipasi pihak sekolah dengan membedakan jam istirahat ABS(All-Boys School) dan AGS(All-Girls School) tetap saja mereka semakin kreatif dalam menjalankan kegiatan “terlarang” itu. Orang pernah bilang, di dalam tekanan orang dipaksa berpikir kreatif. Yah, kenyataannya memang begitu. Remaja-remaja baru gede ini semakin kreatif saja menjalankan modus ketemuan mereka.
Namun, bagi diriku yang malas melakukan hal merepotkan seperti itu tentu saja aku juga malas diajak keperpustakaan. Kalian bisa hitung dengan jari interval aku mengunjungi Perpus. Dan mayoritas karena disuruh guru mengambil buku modul pelajaran. Lagipula aku tidak ada kenalan di”seberang”.
“Justru itu kawan! Aku akan mengenalkanmu dengan teman pacarku, gimana?” Bujuknya sambil merangkul pundakku.
Aku perhatikan perawakan Iwan. Yah dia tidak bisa dibilang jelek. Aku benci mengakuinya tapi dia good-looking. Dengan rambut acak-acakannya keren, dan tubuhnya yang cukup tinggi dan ideal, wajarlah dia sudah punya pacar.
“Tidak, Terimakasih. Kau bisa kenalkan temanmu itu nanti setelah pulang sekolah, Paling-paling kau cuma cari alasan supaya kau bisa bertemu Karin dengan segera kan? Atau kau sudah berjanji dengannya bertemu hari ini sehingga kau harus kesana sekarang juga. Maaf aku masih sayang nyawaku. Guru PKn lumayan menyebalkan, dia tega memotong nilai kita gara-gara terlambat. Dan penjagaan perpus pada jam-jam segini lumayan ketat. Kalau kita tidak dapat rekomendasi seorang guru untuk memasuki perpus kita tidak bisa masuk,” Kataku dengan nada datar.
Sungguh, aku malas kesana sekarang.
“Ayolah kawan, tidak lewat perpus kok. Kau lewat gedung yang baru dibangun. Loncat dari sana, kirim Pesan ini ke Karin. Taadaa! Selesai” Katanya sambil terus mengajakku jalan ke arah gedung yang baru dibangun.
“Maksudmu aku? Sendiri?”
“Ayolah, kau suka meloncat-loncat melewati rintangan kan? Serahkan map ini ke Karin dan akan kulakukan apapun sebagai gantinya, Bagaimana?”
…Ah… Aku malas…
“Kumohoooon sekali! Aku akan lakukan apapun sebagi gantinya!”
Jangan seenaknya bilang “apapun” memangnya kau Om Jin. Nanti aku minta belikan mobil kau tidak akan mau, kan?
Karena meminta dengan sepenuh hati mana ada jiwa seorang sahabat yang tidak tersentuh.
…Karena meminta dengan sepenuh hati mana ada jiwa seorang sahabat yang tidak tersentuh.
“Baiklah, Karin ada disana kan? Aku tinggal menyerahkan ini lalu selesai?” Kataku sambil menghela nafas dengan suara yang keras agar dia mengerti betapa terpaksanya aku melakukan ini.
“Tuhan, Aku berterimakasih karena Engkau karena membuatku bersahabat dengan orang sebaik Al!” Katanya sambil menundukkan kepalanya kepadaku.
“Kalau begitu, ayo,”
“Kau pergi sendiri, nanti biar aku yang bilang pada Guru PKn kita bahwa kau pergi ke WC buang air besar, aman kan?”
…..dengan setengah hati aku beranjak menuju gedung yang baru dibangun. Aku merasa seperti diperalat.
Angin berhembus kencang, namun itu wajar karena Aku berada di ketinggian 8 meter diatas tanah. Entah karena tinggi atau memang anginnya sedang begitu kencang aku tidak tahu.
Dengan sedikit usaha keras aku akhirnya mencapai batas ABS dan AGS.
Dari gedung yang baru dibangun aku meloncat keteralis besi yang membatasi kedua kubu sekolah lalu menelusurinya dengan hati-hati ke tempat Karin berada.
Dalam perjalananku mencapai tujuan, aku bertukar pandang dengan beberapa siswi dari AGS, mungkin mereka berpikir “Wow, seberapa frustasinya dia sampai berani menelusuri teralis besi untuk mencapai sini”. Sambil menelan malu dan berharap tidak ada “yang berwajib” yang memergokiku menelusuri perbatasan, aku terus menyusuri teralis beri dengan berjalan miring.
Yah, aku menikmati sensasi mengerikan saat berada ditempat yang sulit dilewati. Namun bukan berarti aku suka bermain-main dengan nyawa. Hanya saja ada suatu sensasi yang membuat jantung berdebar jika kau melakukan hal-hal berbahaya seperti ini. Mungkin ini yang disebut sensasi “Darah Muda”.
Akhirnya aku sampai ketempat tujuan.
Di sana Karin berdiri sambil melambaikan tangannya padaku.
Di sana Karin berdiri sambil melambaikan tangannya padaku.
Dasar sialan, pasangan Karin x Iwan hampir selalu membuatku kerepotan. Dari mulai mengirimkan map lewat tempat-tempat yang sulit dijangkau sampai hal kecil seperti membuat mereka berbaikan setelah bertengkar gara-gara bakso. Heh~ sayang sekali aku tipe orang yang tidak bisa menolak permintaan apalagi dari sahabat. Mungkin aku terlalu memanjakan mereka dengan pertolonganku.
“Oi~ siapa lagi kalau bukan Al. Hihihi kau bawa paketnya, kan?” Kata Karin dengan cerianya.
“Ya, kali ini apa lagi yang kalian buat aku repot-repot kirimkan? Kalau kalian membuatku kerepotan cuma gara-gara mengirimkan kotak makanan seperti dulu tidak akan kubantu lagi!” Kataku sambil mengeluarkan paket map yang tadi diberikan oleh Iwan.
“Jangan Khawatir! Jangan Khawatir! Kali ini benda yang sangaaaaaaaaat penting. Aku bisa mati tanpanya. Teehee!” Katanya sambil memancarkan senyum 1000 watt khasnya.
“Nih, Lain kali jangan buat aku kerepotan lagi! Isinya apa sih?” Kataku penasaran dengan paket misterius yang aku antar.
“Aah~ Mana ada kurir yang boleh tahu isi kirimannya! Kalau kurir boleh mengetahui isi paket yang dikirimnya, maka semua orang yang jadi kurir akan mengetahui segalanya dan memanipulasi segalanya! ” Katanya.
Mendengarnya dari Karin benar-benar membuatku sebal. Dia memperlakukan kuri… – maksudku temannya seperti alat saja. Paling tidak tunjukkan sedikit rasa terimakasihmu!
“Bercanda, kok! Jangan diambil hati, Al. Isinya PR kesenianku,” Sahutnya dengan wajah ceria. Sepertinya dia sedang menjahiliku.
Aku sudah punya firasat menyebalkan yang memancar dari map yang kubawa.
“PR Kesenian tentang Sejarah Musik, kan?” Kataku dengan sebal.
“Lho, kok Al bisa tahu? Al ngintip ya?” Kata Karin dengan wajah polos yang kaget.
Bagaimana aku bisa tahu? Karena semalam ada orang gila ada yang menelepon rumahku minta dibuatkan Laporan tentang Sejarah Musik dan aku dengan buru-buru menyelesaikannya karena dia bilang penting sekali dan menyangkut nyawa seseorang. Orang gila itu tidak lain adalah pacarmu.
Sebenarnya aku mau mengatakan hal itu, tapi aku tidak sesadis itu menjatuhkan pamor temanku di depan kekasihnya. Menyadari betapa aku benar-benar peduli dengan nasib temanku aku harusnya boleh merasa bangga dengan diriku sendiri.
“Makasih, Al! Nanti kutraktir mie ayam deh. Dan hati-hati jangan sampai jatuh. Kakakmu nanti bisa marah besar melihat adik laki-laki kesayangannya terluka gara-gara aku dan Iwan.” Katanya sambil menangkap map yang baru saja kulemparkan kearahnya.
Jangankan jatuh, kalau Kakakku tahu bahwa aku bermain-main seperti ini aku bisa-bisa dikurung di rumah dan akan bernasib seperti Rapunzel. Bedanya tidak akan ada pangeran yang akan menyelamatkanku dan Kakakku tidak bodoh seperti penyihir di Rapunzel. Ngomong-ngomong kenapa penyihir di Rapunzel saat mengejar pangeran dia naik lewat rambut Rapunzel? Bukankah dia bisa terbang dengan sapunya?
“Yah Kakakmu memang Overprotektif terhadapmu. Tapi ambillah sisi positifnya,” Katanya sambil melihat ke jam tangannya.
“Ya sudah, aku balik ke kelas…” sebelum aku bisa mengeluarkan kata “dulu” orang yang paling tidak aku inginkan muncul sekarang mengeluarkan suara cerewetnya.
“OI!! APA YANG SEDANG KAU LAKUKAN! Kau melanggar peraturan sekolah No. 34 pasal 2!”
Suara itu milik penjaga perpustakaan yang sangat terkenal kesadisan “verbal”-nya.
“Ah! Si Cerewet itu datang! Al, cepat balik ke kelasmu!” Setelah mengatakan ini Karin langsung melarikan diri.
Tentunya aku tidak mau ditangkap dan diceramahi karena tindakan yang aku lakukan untuk orang lain. Kata orang-orang yang sudah pernah ditangkapnya, dia sangat mengerikan dalam menginterogasi para penyusup. Bahkan aku dengar mottonya adalah “Mayatpun Berbicara”. Memangnya kita hidup di zaman Perang Dunia!!
Aku terus menelusuri jalan menuju keselamatan.
Namun, sesuatu yang mengerikan terjadi…
Teralis yang aku genggam sebagai “tali hidup”ku tiba-tiba mengeluarkan bunyi aneh…
KRAAAAK!!!
KraakKK!!!
Aku sempat memikirkan sebab kenapa aku jatuh namun aku tidak sempat memikirkan akibat yang akan kudapatkan setelah jatuh. Aku meluncur ke belakang seperti di dorong dari jurang. Punggungku terasa geli karena angin yang menerpa punggungku.
Inilah saat-saat bersejarah dalam hidupku yang tidak akan pernah akan aku lupakan meski aku sudah berkaki tiga dan memiliki lusinan cucu.
*Bugh*
Aku menduga bahwa nantinya aku akan jatuh dengan suara *KRAAAK* atau *Gedebug* atau sesuatu yang lebih mengerikan lagi. Tapi… *Bugh*???
Aku melihat sekelilingku…
Ada satu pertanyaan di otakku saat ini…
Dimana aku??
=====================================
Author’s Note 02
Fyuh~ Chapter 01 selesai tanpa ada hambatan berarti.
Kali ini saya benar-benar dapat menggambarkan dengan mudah setting yang ada. Kenapa?
Karena kondisi sekolahku persis seperti yang ada di cerita XD.
Sekolahku SMKN2 (STM dan 99% Laki-laki) dan sebelahnya SMKN1 (SMEA dan 99% Perempuan). Apa yang aku tuliskan di atas tentang setting semuanya hampir terjadi sungguhan. Minus tentang guru matematika (karena guru matematikaku yang sungguhan benar-benar pintar dan berpikir kritis). Moving Class juga.
Yah, karena saya mengalaminya jadi lebih mudah memaparkannya.
Oh ya, kali ini Illustrasi disertakan :piss:
Tanganku gemetar saat mau nebalkan, sensasinya jauh dari nggambar dengan pensil. Dengan dibantu dengan sedikit badass-editing di PAINT (hahahaha silakan tertawa) akhirnya jadi juga. Dan ini sudah kemampuan maksimal yangbisa saya keluarkan.
Referensi :
Global Warming anda pasti taulah…
Isac Asimov dan Frederik Pohl : Pengarang Our Angry Earth
Rapunzel : Sebuah Fairy Tai konyol …
“Mayatpun Berbicara” : Slogan pasukan Penginterogasi Jerman pada saat Perang Dunia ke 2
Catatan :
good-looking : kenapa saya pakai bahasa ini?? Karena kurang enak pakai bahasa indonesia... Kalau diartikan secara enak good-looking artinya enak dipandang dan nggak mungkin dimasukkan ke dalam novel menurut saya hahahaha
Indonesia VS Bahrain 2 - 2 TAPI CURANG?!
1 bulan yang lalu
4 komentar:
Wkwkwkwk, setelah melihat author's notenya saya jadi paham kenapa yang satu ini terasa mengalir dengan sangat enak. Keren, sekali lagi anda layak dapat pujian selevel chapter satu nya DAYS. Let's see what happen next! keep writing
ilustrasi anda bagus ternyata
dibandingkan saya yg ga bisa gunain software sama sekali
cuma kurang arsiran tangan saja
well keep going pal!
lah itu pake PAINT mas, PAINT!
bayangkan seserhana apa XD
sayang scannya nggak bisa baca pensil. jadi arsiran terpaksa pake PAINT.
Terimakasih Semua!!!
dan yang saya maksud semua software itu termasuk PAINT
jadi dari pensil ga ditebelin dulu?
jelas ga kebaca lah
Posting Komentar