CHAPTER 01

Aku bangun terlalu pagi...



Tidak biasanya, 15 menit sebelum jam bangun biasa...

Setelah ku gali memoriku 24 jam kebelakang, aku tidak menemukan ada yang salah ataupun berbeda dengan hari - hari biasa. Kenapa aku bisa bangun lebih pagi 15 menit? Seharusnya tubuhku sudah terbiasa bangun jam 5 pagi.

Kenapa ya??

Eh...Tidur memiliki 2 tahapan, yaitu Rapid-Eye Movement (REM) dan Non Rapid-Eye Movement (Non-REM). REM mengambil 20-25% bagian dalam tidur kita...berarti Non-REM sekitar 75-80%. Saat kondisi REM kita bermimpi, aku tadi tidak bermimpi. Jadi, tahapan mana yang aku lewati lebih cepat, ya? REM kah? Arg... Bukan, bukan. REM dan NREM cuma presentasi tidak berpengaruh dengan lama tidaknya tidurku...

Atau, mungkin Circadian Clock(sebuah jam dalam tubuh kita, pengatur naik-turun suhu tubuh dan pengatur enzim)ku yang bekerja dengan si adenosine sedang tidak normal ritmenya? Seharusnya durasi tidur diatur olehnya, kan?

Kulihat jam dinding dikamarku yang sempit dan gelap. Ternyata selama aku memikirkan alasan kenapa aku bangun lebih pagi, 15 menit berlalu.

Haaah~~~~

Lenyaplah 15 menit pemberian Tuhan yang diberikan padaku dengan membangunkanku lebih pagi. Walaupun aku tidak tahu apa yang bisa aku lakukan dalam 15 menit yang singkat itu, tetap saja aku melakukan sesuatu yang tidak berguna.

Sambil sedikit menyesali 15 menit yang berlalu tidak berguna itu aku bangun tanpa merapikan kasurku dan langsung membangunkan adik perempuan ku yang duduk di kelas 2 SMP.

"oi, bangun"

"5 menit lagi~~~~"

Aku selalu berpikir kenapa orang selalu meminta 5 menit sebagai waktu tunggu? Bukankan 5 menit terlalu sebentar? Kalau aku akan minta waktu 15 menit, tidak, 20 menit.

"uh~~ kalau kakak minta 20 menit sebagai waktu kompensasi bukannya orang yang menunggu kakak akan marah. After all, 20 menit terlalu lama. Walaupun pada faktanya mungkin aku akan bangun lebih dari 5 menit, tapi kata '5 menit' secara psikologis bisa menenangkan mental orang yang menunggu kita. Lagipula 5 menit sudah masuk Standar Internasional waktu tunggu" kata adikku sambil memasang wajah bodohnya yang mengantuk.

Jangan seenaknya memasukkan sesuatu sebagai SI. Masuk dulu ke badan yang berwenang! Uhm...siapa yang berwenang dalam hal ini ya?? Oh ya,ISO. Apa kepanjangannya ya...?? Pokoknya! Bagaimana kau bisa berbicara sepanjang itu dalam keadaan setengah mengantuk. Lagipula kenapa kau sok inggris! dan jangan pasang muka bodohmu itu!

"ISO itu International Organization for Standardization. Kakak ini berisik, ya?" Adikku memasang wajah datarnya yang menyebalkan.

"Bangun, dan cuci muka sana!"

"iya,iya"

Aku mengikuti adikku dan menuju sumur belakang rumah.



Setelah selesai cuci muka, aku pergi ke dapur dan melewati seseorang yang sedang tidur di sofa.

"..."

Aku memandangnya beberapa saat.


"Ayah,... bangun..."


Mungkin suaraku terlalu kecil sehingga dia tidak mendengar suaraku. Yang jelas, aku tahu dia tidak akan bangun dalam waktu dekat. Aku melanjutkan langkahku ke arah lemari makanan.

Aku membuka lemari makanan.


Kosong.

Sudah kuduga, ayah akan memakan sebungkus mie instan terakhir kami. Sambil mencari di berbagai loker, mungkin ada sesuatu yang bisa dimasak.

"Kakak"

"Apa?"

"Ngga' ada makanan, ya?"

Adikku sudah terbiasa dengan hal ini. Jika aku mencari - cari sesuatu di lemari makanan, hampir dipastikan aku bukan bingung ingin memasak apa tetapi bingung makan apa. Walaupun aku tahu bahwa tidak mungkin ada makanan yang tiba - tiba muncul dari ketiadaan, aku tetap repot - repot mencarinya.

"Itu, memakannya" kataku pada adikku.

"Jangan menggunakan kata ganti benda untuk ayah,"

"..."



Karena tidak ada yang bisa kami lakukan dan kami makan, aku lansung mengambil sepeda kumbangku yang mungkin umurnya sudah setua kakek kalian. Tapi jangan salah sepeda ini adalah sepeda kebanggaanku. Sepeda ini bahkan mungkin lebih mengkilat dari pada piring yang dicuci dengan sabun lime yang ada di iklan tv. Kondisi sepeda ini sangat fit.

"Gimana kak, dengan Bakrie?"

Jangan seenaknya memberikan nama kesepedaku! Lagipula kenapa namanya Bakrie? Jangan bilang kau memberinya nama Bakrie karena mendengar lagu itu! dan lagi sudah kuputuskan namanya Sonica.

"Kakak tidak punya sense memberi nama, ya?"

Terserah katamu. Dia Sonica dan dia betina.





Aku merasa seperti di neraka.

Mengayuh sepeda dengan membawa adikku sebagai beban ditambah kemiringan jalan yang lebih dari 15 derajat benar - benar membuatku mandi keringat. Sambil menyusuri jalanan yang masih sepi adikku memecah keheningan.

"Kak, kau yakin kau lulus?"

"Bicara apa kau ini??"

"Maksudku, kakak sekarang sedang mendaftar ke Mega University kan, kita membicarakan salah satu Universitas yang paling luar biasa di negeri ini. Kakak yakin lulus?" kata adikku. Sepertinya biasa langsung bicara dan tanpa sensor.

Kau tidak yakin dengan kakakmu ini? Kau mestinya lebih mengenalku dari siapapun. Meskipun kau tidak percaya teori Heliosentris atau Pak Habibie percayalah padaku kalau aku akan lulus.

"Maaf, tapi biarkan adikmu ini me-reprhase pertanyaan,"

Silakan. Sesukamu.

"Kakak, seorang yang lulus dengan predikat terbaik di sekolah kakak, berniat mendaftarkan diri ke Mega University. Universitas terbaik seluruh negeri dengan lulusan 99% menjadi orang yang sukses. Akan tetapi, dengan keadaan keluarga kita sekarang sangatlah tidak mungkin membiayai semua biaya kuliah kakak; Bahkan bisa dibilang ... out of reach"

Apa yang bisa diharapkan dari lulusan terbaik sekolah tingkat C? Lalu? Lanjutkan...

"Beruntungnya, ada sebuah program beasiswa dari Mega University. Program tersebut bahkan menjamin 100% biaya yang ditanggung siswa ditambah uang pesangon. Simpelnya, progam ini sangat luar biasa menguntungkan. Akan tetapi, bukankah semua orang juga berpikir sama? Di hari tes ini, semua orang mencoba kemampuan dan keberuntunganya merebut beasiswa tersebut."

"oh...Aku sekarang mengerti maksudmu,"

"Lalu jawabannya?"

"Aku juga tidak yakin, sih. Tapi mencoba kan tidak ada salahnya. Di luar sana banyak orang - orang yang sangat jenius, tapi bukannya sejenius apapun orang itu, orang yang beruntung bisa mengalahkannya. Aku cuma bertaruh saja sambil melakukan yang terbaik. Kau tidak akan mendapat hadiah undian jika kau tidak pernah mengirim kupon"

wow, aku bisa membuat kalimat sekeren itu. Mungkin aku bisa mencoba menjadi orator.

"Orator?? dengan kemampuan berbicaramu yang seperti ini, kau lebih cocok jadi pelawak yang gagal karena lawakannya garing".

Cukup! aku sudah bosan dengan hinaan mu.

"Kalau kakak tidak diterima bagaimana?"

Aku tidak tahu...

"Lihat dirimu ini! Bahkan kau tidak mempersiapkan 'Plan B'!!"

Maaf, tapi aku bukan tipe orang yang suka dengan rencana cadangan.

"Kakak menghindari jawaban!"

Maaf saja ya, aku bukan orang yang suka menghindari pertanyaan. Kalau aku bilang tidak tahu, aku berarti memang tidak tahu. Pokoknya kalau aku tidak lulus, aku akan berhenti mencari sekolah dan mencari pekerjaan. Prioritas utamaku adalah mendapat gaji tetap secara rutin untuk keluarga. Aku akan lakukan apapun kecuali menggosok gigi buaya.

"Analogi yang kau buat tidak lucu."

Adikku memandangku sekilas dan kembali melihat ke arah tepi jalanan yang dilalui sepeda kami yang umurnya lebih tua dari proklamasi kemerdekaan Indonesia.

"Kau bisa sekolah lagi dan meraih ilmu lebih tinggi dari sekarang."

"Aku akan melakukannya kalau aku sudah punya gaji tetap."

"Kenapa kau selalu membicarakan gaji tetap sih! Sekali-kali bicarakan tentang mimpimu!"

"Mimpiku adalah bisa mendapat gaji tetap."

"Benar - benar mimpi skala rendah!" kata adikku degan nada meremehkan.

Terserah katamu. Begini, kita tidak bisa mengharapkan ayah membiayai kita kan? Aku cuma ingin bisa makan nasi setiap hari walaupun dengan garam.

"Kau menge-set mimpi yang levelnya lebih rendah lagi!"

"Berisik! Makan itu penting!" kataku setengah membentak.


Kenapa makan itu penting? Karena aku tidak ingin kelaparan! Lapar adalah gejala keinginan makan. Perasaan tidak enak saat lapar yang dibentuk di hypothalamus
dan dikeluarkan melalui receptors di liver, dan aku tidak mau merasakan perasaan tidak enak itu! Buruknya, kau juga bisa mati karena kelaparan!

Kami terdiam selama beberapa saat.




"Andai saja ibu masih ..."

Kata-kata adikku terbawa oleh angin, mungkin suaranya terlalu lirih sehingga aku tidak bisa menangkap apa yang ingin dikatakannya.


Setelah itu aku mengantar adikku ke depan pintu gerbang sekolahnya dan langsung menuju ke arah kota.




Akhirnya aku sampai di komplek Mega University.


Aku bahkan tidak berbicara dengan adikku lagi setelah itu. Ah! Aku harus membuang pikiran yang tidak diperlukan sekarang!



Mega University tidak terlalu besar, bahkan termasuk kecil untuk sebuah universitas. Dikelilingi pagar besi yang artistik dan tanaman-tanaman hias yang indah, MU terlihat seperti kediaman seseorang yang menjadi kaya dalam semalam dengan menggunakan tuyul, ngepet, santet, atau hal-hal semacam itu. Pintu masuk dan keluarnya hanya ada satu dan sepertinya dijaga ketat. Banyak mobil berdatangan dan sepertinya mengantri.

"Ada apa ini?"kataku pada diri sendiri tanpa mengharap jawaban.

"MAAF, PARA PENGUNJUNG MEGA UNIVERSITY ATAS KETIDAKNYAMANANNYA. SEKARANG INI KAMI SEDANG MELAKSANAKAN PROSEDUR KEAMANAN. TIDAK AKAN LAMA. TERIMAKASIH"

Suara dari arah pintu gerbang terdengar jelas, rasanya aku pernah mendengar suara ini sebelumnya. Karena aku memakai sepeda mungkin aku tidak perlu repot-repot mengantri dan langsung menuju gerbang. Aku berjalan sambil menuntun sepedaku dan menundukkan kepala. Pandangan dari orang-orang yang menaiki mobil-mobil mewah itu benar-benar menyakitkan. Apa mereka tidak pernah melihat drama asia! Tokoh utamanya pasti memakai sepeda kalau ke sekolah dan pulang sambil memboncengkan tokoh utama wanitanya! Apa mereka tidak tahu es di kutub utara semakin menipis karena Global Warming! Aku tidak aneh!!!Jangan lihat ke arahku!

Sambil mengumpat dalam hati aku akhirnya sampai di depan pintu gerbang.

Tidak heran aku pernah mendengar suara penjaga gerbang ini.

Dia adalah mantan guru olahragaku.

"HEY! Bukankah kau Al! Kau mendaftar disini?! Hahaha! Bagaimana kabarmu?"

Ngomong-ngomong Al itu adalah aku. Seorang temanku seenaknya saja menyingkat namaku. Meskipun begitu aku cukup suka dengan nama panggilan ini. Terdengar cukup keren.

"Selamat Pagi, Pak Joko. Aku tidak pernah tahu bahwa kau kerja di sini. Kau tau... sejak...waktu itu."

"OH! Aku ingin ngobrol lagi denganmu. Tapi aku masih sibuk. Bisakah kau datang saat istirahat makan siang? Kau boleh masuk, sepeda tidak bisa membawa bom, kan?" katanya sambil memeriksa bagasi sebuah mobil.

"Tentu saja."


Aku memasuki komplek Mega University dan memarkirkan sepedaku.

Diluar dugaan, ternyata hanya ada sekitar 50 orang yang sudah berada di depan bangunan utama. Mungkin tidak akan ada banyak orang kali ini. Karena ini sudah tahap seleksi ke tiga. Tahap pertama adalah seleksi lewat nilai rapor dari semester 1 sampai 5. Tahap ke dua adalah tes akademi yang diselenggarakan selama satu minggu karena kurangnya ruangan. Tahap ketiga masih dirahasiakan. Ugh! Memangnya mereka mengadakan kontes Idola? Seleksinya benar-benar merepotkan.

Aku memandang ke sekelilingku. Berbagai wajah yang tidak kukenal bertebaran. Sekitar 80% dari peserta yang ada di sini adalah wanita. Jujur saja aku benar-benar mati langkah karena begitu banyak wanita berkelas. Selain itu sudah hampir dipastikan 80% dari para wanita ini pandai, cantik, dan kaya. Aku kembali men-scan pandanganku. Para prianya juga terlihat...Aku benci mengatakannya, tapi hampir semua tampan. Seperti yang sering kulihat di shojo manga temanku.

Pokoknya aku merasa canggung dengan setting yang ada di depan mataku. Dan tiba-tiba suara yang riang seperti anak SD yang baru saja dipuji gambarnya oleh Gurunya terdengar sangat keras tepat di belakangku...

"YO!! Hia~ semuanya~sa!!!"

Seorang gadis berdiri tepat dibelakangku. Wajahnya manis dan bercahaya seperti lampu neon 500 watt di tengah malam. Senyumannya seperti bulan sabit dan sangat asli, sulit bagi seseorang meniru senyuman yang sepenuh hati ini. Rambutnya sepundak dan sekarang dia sedang mengangkat tangannya memberi tanda untuk semua orang memperhatikannya.

Setelah kulihat lebih detail, ternyata dia memakai seragam Mega University dan memakai co-card yang bertuliskan Panitia.

"Apa semua sudah berkumpul~sa?"tanya gadis ini setelah memastikan semua orang memperhatikannya.

Disebelahnya berdiri seorang laki-laki. Dia terlihat berantakan. Rambutnya hitam berantakan seperti band-band Visual Kei. Wajahnya pucat, Matanya tajam memandang semua orang yang berdiri di depan pintu sekolah ini. Orang ini mengingatkanku dengan karakter detektif nyentrik dari suatu manga.

"Biarkan saja yang datang terlambat,"kata laki-laki tersebut. Dia tidak terlihat sedikitpun tertarik. Wajahnya seperti bosan dengan hidup.

"OK~sa!!Kalau ketua bilang begitu~"

Ketua?! Orang seperi dia! Dunia memang sudah tidak waras. Dia seperti berandalan. Setidaknya paling tidak pilihlah seorang yang pintar dengan rambut klimis dan memakai kacamata. Ini terlalu tidak terduga, dan lihat! Baru saja dia ngupil! Kalau ini geng motor barulah aku percaya dia adalah ketuanya.

"OK! kita mulai~~..."

Uwah! lagi-lagi senyuman itu! Terlalu innocent! Aku kira aku terhenti berdetak sejenak. Dia benar-benar mempesona.



"...ujian masuk sekarang~!!"

5 komentar:

kai mengatakan...

Baru baca chapter 1 tapi langsung tertarik. Penggunaan referensinya mirip Haruhi tapi dengan konteks lokal. Humornya juga. Saya suka.

Soal karakter, saya bukan fans type imouto tapi entah kenapa saya lebih seneng kalo karakter adiknya adalah cewek (sinismenya lebih masuk). Ada beberapa scene yang menurut saya agak off tapi bukan masalah besar. Tulisan anda punya potensi, coba lanjutkan aja sampai selesai (minimal jadikan ala one shot manga shoujo).

Franz Budi mengatakan...

Arigatou...

Komen anda memberi saya semangat menyelesaikan ini,,

Anonim mengatakan...

fallendevil : itu adiknya udah saya ganti jadi perempuan hahahahha....


tadinya mau ngehindarin biar gak kayak haruhi...
tapi jadi susah ^_^

green eyes mengatakan...

hoo...omshirosou da na....
anda berbakat jadi penulis
sayangnya genre seperti ini masih jarang di indonesia ya....
btw ini genrenya apa?

Franz Budi mengatakan...

makasih

genrenya parodi gore (wkwkwk emangnya ada genre gore parodi)

kita sebut saja parodi gore wkwkwkwk