Chapter 07

Tidak mungkin! Tidak Mungkin!

"Kakak berhalusinasi."

Aku melihat pembunuhan itu!

"Aku juga percaya dengan mataku, Kak"

Kepalaku sakit. Aku tidak tahu apa yang harus kukatakan. Semua ini terlalu cepat perkembangannya. Jika ini game RPG, ini seperti langsung melawan Boss sesaat setelah memulai permainan. Harusnya izinkan aku level up dulu!

"Aku belum mengatakannya pada polisi, jika aku mengatakannya sekarang kakak akan jadi tersangka utamanya."

Kalau begitu jangan katakan di depan temanku. Katakan setelah mereka pergi.

"Sudah terlanjur,"

"Jadi pada intinya, sekarang statement kalian berdua saling mengkontradiksi. Namun tentu saja Al dalam posisi yang tidak menguntungkan. Untuk sementara, kami semua akan menutup mulut kami tentang pernyataan Ami tadi. Setuju?" Kata Edward menatap Ava dan Karin.

"Semua ini jadi semakin membingungkan," Kata Karin.

"Kepalaku sakit mendengar kalian semua berbicara seperti itu dari tadi," Ava terlihat lelah.

Kami semua terdiam.




Akhirnya mereka semua memutuskan untuk pulang.

"Besok masuk, kan?" Kak Karin melemparkan pertanyaan ini dengan punggungnya menghadap kepadaku.

"Kak Karin..."

"Hm? Ada apa, Al??" Kak Karin berbalik, wajahnya yang lesu terlihat kasihan sekali. Aku benar-benar menyesal menuduhnya pembunuh. Aku semakin tidak percaya dengan otakku.


"Maafkan, aku."

"Maaf kenapa?"Walau wajahnya memaksakan senyum, senyumnya tetap terlihat menyejukan hati.

"A-..."


*Bip-Bip-Bip-Bip-Bip*

Sebuah ringtone HP berbunyi.

"Ah, maaf, punyaku." Ava dengan segera menjawab teleponnya.



"Halo? Siapa?"

...


"Maaf, salah sambu-eh?"

...


"Al? Ya, Dia bersamaku sekarang, sebentar..."

Ava menutup speaker HP nya dengan tangannya.

"Tolong selidiki siapa dia, periksa log nya sekarang juga! Bagaimana dia tahu nomorku?" Kata Ava berbicara dengan nada rendah kepada Butlernya. Lalu dia menatapku dengan mukanya yang terlipat.

"Al, Telefon UNTUKMU, aku TIDAK kenal siapa DIA. WANITA."

Kenapa kau mempertegas kata-katamu barusan?


Sambil menebak-nebak siapa yang akan meneleponku lewat nomor temanku yang bahkan aku belum tahu tahu nomornya, aku mengorek-orek data-data di otakku.



"Hai, Bagaimana kabarmu"

Aku membeku selama seperempat detik. Aku seperti mengenal suara ini! Ugh! Ah!Kau-


Luciferia....




"Diam dan dengarkan aku. Kalau kau berbicara sedikit saja, Adikmu dan teman-temanmu akan kutembak dari sini sekarang juga."

...

...

...


Apa!!! Bercanda ini! Pasti ini lelucon dari sebuah reality show! Kalau benar, berarti mereka berhasil membuat sekujur tubuhku lemas. Aku terdiam dan melirik ke seluruh arah penjuru mata angin. Kalau dia bisa menembak kami semua, berarti ada di sekitar menara air di sebelah timur rumahku. Walaupun sepertinya lelucon, Aku terpaksa mendengarkan dia.

"Bersikaplah normal, menggerakkan anggota tubuh selain yang kuperintahkan berarti memberi isyarat dan akan kutembak siapapun yang mudah tertembak sekarang juga, Gunakan nada dan gaya bicara seperti kau berbicara padaku dulu, dan jangan sebutkan namaku!"

Sial! dia terdengar benar-benar serius! Dia terdengar seperti penculik yang meminta tebusan dan mengatakan jangan menelepon polisi.

"A-Ah, Selamat siang, ada apa Nona?"

Adik dan teman-temanku melihat dengan curiga. Wajah mereka seperti mengira-ira siapa yang meneleponku. Tapi ekspresi termengerikan jatuh pada Ava. Wajahnya seperti Iblis yang meminta korban perawan muda malah diberi waria tulen.


"Bagus, pertahankan." Suara dari telepon ini membuatku ngeri.

"Apa maumu!-"

DOR!!!

Jantungku hampir lepas saat suara tembakan lepaskan. Keringat dingin langsung membasahi sekujur tubuhku. Suara senapan berkaliber besar benar-benar memekakkan telinga. Aku dengan reflek menatap seluruh teman dan adikku.


Mereka selamat.


"Sudah kubilang, reaksi selain yang kuperintahkan sama dengan mati. Kali ini peringatan saja. Lain kali tepat di otak salah satu teman-temanmu."


"Apa itu! Mengerikan~~" Kak Ava terdengar tidak nyaman mendengar suara tembakan.

"Apa kita di bidik sniper dan karena ulah kakak yang tidak menuruti penelpon itu, dia melepas tembakan peringatan? Dalam radius 400 m tidak ada tetangga kita yang tidak mempunyai Sniper Rifle dan memiliki lisensi untuk itu." Adikku menatapku dengan tajam.


Kenapa kau bisa menebak dengan tepat! Lain kali akan kuminta kau membeli lotre. Ah, tidak. Bukan waktunya!! Kenapa kau berkata-kata seperti itu saat kakakmu sedang berusaha bersikap normal setelah ditelpon seorang maniak! Aku sedang berusaha menyelamatkan kalian supaya kepala kalian tidak berlubang tahu!



"Ada apa?" Suara Luciferia yang dingin itu terdengar menusuk telingaku.

Sekarang kau membuatku kesulitan! Bagaimana aku lolos dalam situasi seperti ini? Kalau aku menjawab bukankah sama saja bohong!

...



"Mana mungkin, mungkin orang sedang berburu atau latihan menembak?" Kata Edward.


Adikku menatapku.

"Ya, mana mungkin...Hahaha"


"Maaf, sampai mana tadi?" kataku kepada si penelepon.





"Kau menikmatinya, Al? Panggung pembunuhan yang DIA dan aku siapkan?"

...

"Kenapa kau diam saja? Jawab dengan nada dan bahasa yang normal, jadi aku tidak perlu menembak temanmu," katanya bernada memerintah.

"Ahaha! Aku tidak kok," Aku berpura-pura tersenyum menjawab pertanyaan dari neraka itu.

Jadi semua ini ulahmu? Sialan. Ternyata semua ini ulah orang yang menyuruhku ke sekolah pada hari itu.

"Yah~ pembunuhan sesadis itu memang sedikit menjijikkan. Tapi demi DIA apa boleh buat," katanya terdengar senang.

Eh, DIA? Berarti ada yang membantunya...

"Begitukah? Aku turut senang Hahaha! Eh, jadi DIA tidak terlibat?" Aku merasa perutku mual berpura-pura seperti ini.


"Dia siapa?"

ARGH! Kau membuatku frustasi! Setengah jam saja aku dibeginikan, aku bisa botak!

"I-Itu si wanita rambut pendek itu, Nona kok bisa lupa sih... Hahaha" Aku berusaha memberikan petunjuk.

"Karin? Oh dia tidak terlibat sama sekali kok. Khihihi"

Itu dia!!! Tertawa ini! Dia yang membunuh Pak Jo!! ...


"A-Anu... bagaimana anda melakukannya?" Kataku terdengar seperti pengusaha muda yang baru bangkrut dan meminta nasehat pengusaha yang sudah sukses.

"Hoo... Kau mau tahu?? Datanglah ke..."

Dia menjabarkan waktu bertemu, alamat dan petunjuk arah ke tempat pertemuannya.

"Ba-baik"

"Sampai besok, Dah~"

*PIP*

Dah~, kepalamu! Kau baru saja membuat kepalaku sakit sekali! Kalau aku bisa voodoo, akan kuhancurkan kau dengan mesin Frais!!


"Terimakasih, Ava..." Ujarku sambil menyodorkan HP-nya kembali.

"Siapa?" Wajahnya masih terlihat mengerikan.

"Eh- Staff Mega School, kok"

"Kenapa wajahmu pucat?"

"Aku mau buang air besar"

Dia langsung terdiam.

"Ka-kalau begitu kami pulang dulu,"


Akhirnya teman-temanku pulang dengan mobil Limo mereka.


"Kakak bodoh, kau baru saja mendapat poin -1 dari Kak Ava. Bisa-bisanya kau berkata seperti itu... Bodoh!"









"Ah, aku..."

Aku mengenalkan diriku pada kelasku yang baru.


Ruangan kelas yang sangat luas dan menyenangkan. Cat warna hijaunya membuat ruangan terlihat menyegarkan. Tidak disangka-sangka keadaan kelasnya benar-benar membuatku nyaman. Kukira aku akan dipandang sinis oleh mereka, tapi mereka semua terlihat menyenangkan dan mudah diajak bergaul. Di depanku berdiri sekitar 9 Orang yang umurnya kira-kira sama denganku. 4 Laki-laki dan 5 perempuan.

"Kenapa kemarin nggak masuk, bro?"

"Mungkin dia trauma,"

"Katanya dia skornya tertinggi ya?"

"Hee- benarkah??"

"..."

"Mungkin dia terkencing-kencing ketakutan mengingat pembunuhan itu, Hahaha!"

"Dia baik-baik saja, kemarin bisa dianggap bolos," Ava masih memasang muka sebalnya seperti kemarin

Mengamati berbagai macam reaksi 10 orang tersebut, aku merasa geli.

"haha, terimakasih. Mohon bantuannya ya..."



Diam...



"Wah~~ Al kereeeeeeeeeen!!!!" Seorang gadis berkacamata berdiri dan menepukkan tangannya.

He? Aku? Ah~ bisa saja.



"Aku mau punya peliharaan seperti Al!!! Kyaaaa!!!"


...Peliharaan??!!!



"HAHAHA," Ava tertawa dengan keras.

"Sayang sekali ya, Ava? Kau dapat saingan sekarang..." kata seorang laki-laki berambut stylish.

"Saingan apa!!!" Wajahnya memerah.

"Hee... Kalau kau terus-terusan bersikap Tsundere, Kau bakalan kesusahan. Tsundere memang moe sih... Tapi sepertinya Al tidak suka tipe Tsundere,"

"Bagus bro!" Seorang laki-laki berambut cepak menyodorkan tangannya untuk tos.




"Ok, semua tenang... Al silahkan duduk."

Guru kami yang dari tadi tidak dianggap tidak ada akhirnya angkat bicara.

Aku otomatis langsung menuju kursi paling belakang yang kosong.

"Oh ya Pak! Kita belum memilih ketua kelas!" Kata pria berambut stylish.

"Katanya kita memilih setelah Al masuk sekolah," Si pria rambut cepak ikut menekan.


Akhirnya Pak Guru memutuskan untuk meninggalkan kelas selama beberapa menit dan menyerahkan pemilihan ketua kelas kepada murid-muridnya.


"OK! Siapa kandidatnya!!!" Si rambut stylish dan si cepak mengambil alih ruang kelas bagian depan!

"Aku mengajukan diriku menjadi ketua kelas!" Ava mengangkat tangannya.

Wajahnya terlihat bercahaya. Dengan percaya diri dia mengangkat tangannya. Kenapa dia begitu terobsesi dengan yang namanya ketua?

"Baiklah! Yang penting cepat! Kami belum mengerjakan tugas kemarin, hahaha!"


Jadi itu motif mereka.

"Aku voting untuk Al!!!" Si gadis kacamata mengangkat tangannya.

Pemilihannya belum dimulai! Dan jangan seenaknya mencalonkan orang! Lagipula dilarang memilih secara terang-terangan seperti itu! Junjunglah kerahasiaan dalam pemilihan seperti ini!

"Aku dukung Al"

"Aku juga"

"Aku juga"

"...Al"

"Aku pilih Al."

...Yang benar saja! OI!

"OK!OK Berarti 6-0! Al ketua kelasnya! Selamat-selamat!"

Selamat kepalamu! Aku bahkan tidak mencalonkan diriku! Ini seperti kita melakukan pemilihan 'Siapa yang masuk jurang duluan?'

"Kenapa tidak ada yang memilih aku!" Ava setengah mengamuk.

"Karena kalau kau yang jadi ketua, kau akan menyuruh-nyuruh kami. Kalau Al yang jadi ketua, kami bisa menyuruh-nyuruh Al." Si cepak menjawab seadanya.

Senang kalian jujur. Dasar sial.






"Hai ketua?"

Seorang wanita dengan rambut hitam panjang lurus muncul di jarak pandangku. Tubuhnya tinggi sepertiku. Wajahnya sangat menawan dan kulitnya sangat putih seperti kertas gambar A4. Rambutnya hitam berkilau sehingga perbedaan warna wajah dan rambutnya seperti langit dan bumi.

"Ah, ada apa?" Aku kaget karena wajahnya sangat dekat dengan wajahku.

"Aku mau mengumpulkan tugas yang tadi," Katanya sambil tersenyum dan menyodorkan tugasnya padaku.

"A-Ah baiklah..."

Aku menerima tugas tersebut.


"Ah, kau belum mengisi kolom namamu, sini biar aku isikan,"Kataku

"Eh, terimakasih..."

Seorang gentlemen harus selalu bersikap seperti ini, hahaha.

"Namaku..."

"Ya, namamu?"






"Luciferia..."

4 komentar:

Ann Rei mengatakan...

wue... makin mumet.. tp ya makin bguzz

Anonim mengatakan...

so far, masih bagus
cuma kadang saya bingung siapa yang ngomong apa, coba kasih deskripsi lebih detail di bagian percakapan, kalo anime bisa keliatan langsung tapi kalo novel kan nggak

Zetsudou Sougi mengatakan...

kenapa ga jadiin VN sekalian
kan ada NS scripter atau RenPy

Franz Budi mengatakan...

@zetsudou Sougi : waduh saya masih belum nyampe ilmunya ke situ :haha:

@kai : makasih atas sumbang saran nya. akan diperbaiki kedepannya