JUMP!!! : Chapter 09


Aku mengikuti Eve dari belakang tanpa keraguan sedikit pun.

Aku terus memperhatikan perawakan tubuhnya yang mungil dan terlihat rapuh itu.

Sesekali Eve menengok ke arahku memastikan aku mengikutinya atau tidak.

Saat dia menoleh aku hanya bisa tersenyum lalu Eve kembali menatap ke depan.

Entah apa hanya aku yang merasakan ini, tapi aku selalu merasa kesunyian ini terasa sangat menyedihkan.


"Hei."

Kali ini Eve tidak menjawab sama sekali, namun dia hanya memalingkan wajahnya ke arahku.

"Apa ada hal yang membuatmu sedih?"

Ah! Bicara apa aku ini. Kalimat tadi membuatku seperti nenek-nenek.


"Tidak. Terimakasih sudah bertanya,"



Kami terus berjalan menelusuri pekarangan yang aku tidak-tahu-di-mana-ini.





"Pasti Tuan sekarang berpikir bahwa aku seorang pengkhianat, kan?" Kata Eve tiba-tiba.

Apa? Kenapa aku harus berpikir seperti itu?

"Karena saat Nona Aisa tidak boleh mengetahui ini, aku boleh. Saat aku menjalankan misi ini, Nona tidak tahu..."

"Maaf. Tapi ini cuma opiniku saja. Kau terlalu merendahkan dirimu," Kataku sambil menunjuk ke arah Eve.

Eve hanya menatapku. Sepertinya dia menunggu penjelasan lebih lanjut dari kata-kataku tadi.

"Aku tidak terlalu mengerti, tapi kalau kau dipercaya Organisasi untuk melakukan misi ini berarti kau punya kelebihan dari Aisa, kan?"


"Tidak sesimpel itu," Eve berkata dengan suara yang sangat rendah sampai aku hampir tidak bisa mendengarnya.

Aku terus berjalan sambil mendengarkan suaranya yang lemah itu dan memperhatikan rambut pendeknya yang menari karena terhempas angin sepoi-sepoi yang melewati kami.

"Aku sudah lama tahu sesuatu yang Nona dan Ed tidak tahu, aku terus membohongi mereka. Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Sebagai teman Ed dan pelayan Nona, aku ingin memberitahukan segalanya. Tapi sebagai anggota Organisasi... aku..."

Semakin lama Eve menjelaskan ini, suaranya semakin terdengar kesepian dan murung.



"Kau tahu Eve, terkadang kebohongan itu harus dilakukan untuk menjaga suatu ikatan, aku kira untuk saat ini, lebih baik kau jaga baik-baik rahasia yang kau sembunyikan dari Aisa dan Ed. Maaf, kalau pendapatku tidak banyak membantu,"

Eve hanya menganggukkan kepalanya.

"Tidak, mendengarkan dan menjaga rahasia ini saja sudah cukup,"

Aku hanya bisa mengangguk juga.

"Maaf sekali lagi."

"Kenapa?"

"Karena nasihatku sama sekali tidak membantu," Kataku

Eve hanya berkata.

"Tuan sering sekali memberikan saran kepada orang-orang, kan? Jadi saya berpikir bagaimana kalau saya mengkonsultasikan masalah saya. Tuan juga sepertinya dapat dipercaya"

Hah? Bagaimana kau bisa tahu? Eh, harusnya aku sudah berhenti bertanya hal seperti ini karena sepertinya Organisasi bisa melakukan dan mengetahui apapun. Aku tidak akan heran kalau Organisasi tahu berapa kilogram nasi yang kumakan tiap hari sampai 4 desimal dibelakang koma.

"Ya, tidak juga. Tapi kalau dikatakan beberapa orang minta pendapatku untuk beberapa hal, aku kira cukup sering. Padahal aku bukan Psikiater hahaha" Kataku.

Dan tak perlu disebutkan Iwan dan Karin adalah yang paling sering membuatku muak menerima uneg-uneg mereka berdua.



"Saya merasa sedikit ringan setelah mengatakan hal tadi."

"Hm. Aku kira itu karena kau membawa beban itu sendirian, pada dasarnya kalau menceritakan masalah itu kepada siapa pun, aku yakin kau akan sedikit lebih lega," Kataku lagi

Eve menatapku sekali lagi dan memberikan ekspresi 'Benarkah?'

"Saya merasa Tuan adalah pendengar yang baik, mungkin karena itu saya bisa percaya dan merasa lebih tenang mengatakan masalah ini kepada Tuan.

Dan kalau Tuan bilang 'kepada siapa pun', saya tidak merasa begitu"

"Er, Aku anggap itu pujian. Terimakasih. Kau tahu, mengangkat sebuah truk itu tidak akan berat kalau kau meminta bantuan orang-orang."

"Saya pikir analogi yang lebih tepat adalah mendorong truk bukannya mengangkat. Dengan mempertimbangkan gaya yang dapat dikeluarkan rata-rata manusia, luas bidang angkat, gaya gravitasi, dan gaya normal yang diperlukan, hal itu hampir mustahil,"

Anu, tadi itu lelucon sebenarnya.

Eve seperti biasanya tidak bereaksi sedikitpun dengan lelucon yang susah payah kupikirkan.


"Pokoknya. Kalau ada masalah katakan saja padaku. Memang aku tidak selalu bisa memberikan pemecahan tapi setidaknya kau akan merasa lebih ringan,"


Karena Eve menghadap ke arah depan aku tidak tahu ekspresi apa yang dibuatnya. Tapi dia mengatakan...

"Terimakasih"



"sama-sa-"

"AWAS!!!!!"


Sepertinya kejadian ini berlalu terlalu cepat. Bahkan terlalu cepat. Aku yakin hal ini terjadi sebelum seorang penyiar berita di TV mampu menyelesaikan kata "Selamat Siang"

Tapi dari sensor tubuhku selain mata, aku rasa Eve baru saja menghantamkan kepalaku ke tanah.



"AAAAAAAAAAAA!!!!"

Aku yakin suaraku mampu melewati 80 desibel dengan mudah.

Sebelum aku bangkit dan memijakkan kakiku dengan benar, aku mengumpat dengan keras.

"!@#$%"

Setelah itu aku baru sadar kalau pepohonan dan segala sesuatu yang terbuat dari Materi lenyap begitu saja seperti membuat suatu jalur.

Seperti Musa yang membelah lautan menjadi dua, seperti hutan yang terbelah jadi dua karena pembangunan jalan tol, seperti bekas sabetan pedang samurai di film animasi.

Hei! Aku yakin sekarang manusia belum bisa menciptakan beam cannon portable ataupun laser penghancur ataupun...

tidak, aku harus berhenti berpikir seperti ini. Jangan lupa diriku! Mereka penjelajah waktu!



"A-A..." Aku sampai tidak bisa mengekspresikan pemandangan mustahil di depan mataku dengan kata-kata.


"Hati-hati Tuan! Penyihir itu sangat berbahaya!!"

Eve kembali berdiri dengan tegak dengan kedua kakinya yang putih dan mulus... ah! bukan waktunya mendeskripsikan kaki mulus gadis remaja!

Tapi begitu aku sadar, mungkin karena aku begitu kaget dan takut, kakiku sama sekali tidak mau melakukan sinyal dari otak yang kukirim ke otot kakiku.

Aku hanya bisa terpana dan melihat dari mana asal dan siapa yang meluncurkan serangan mengerikan ini.


Dua orang pria dengan setelan jas hitam berdiri di depan kami berdua. Salah satu dari pria tersebut menggunakan kacamata hitam dan kepalanya tidak memiliki rambut sehelaipun. Satunya memiliki rambut landak dan memiliki mata yang sangat tajam.

Sangat jauh dari apa yang kubayangan dengan 'penyihir'. Kupikir mereka akan menggunakan pakaian ribet gothic ala eropa dan penuh aksesoris tidak berguna.

Tapi sepertinya dugaanku benar-benar meleset.


"Ups. Rasanya seranganku terlalu tiba-tiba sampai Nona Eraser yang Terkuat ini tidak bisa mengelak dari serangan ini. oh! Mungkin karena anda harus melindungi laki-laki tidak berguna dibelakang anda," Kata lelaki kekurangan rambut itu.

Dengan mengatakan 'laki-laki tidak berguna' aku yakin yang dimaksud adalah aku. Tapi aku tahu yang harus ku khawatirkan lebih dahulu adalah Eve.


Aku pun menengok ke arah Eve.


Tangan kiri kecilnya itu terlihat seperti baru saja terbakar terkena api, kulitnya mengelupas. Pemandangan tangannya yang putih pucat berganti dengan pemandangan mengerikan kulit terkelupas dan daging yang terbakar.

"EVE!!" Aku hanya bisa berekslamasi dan bangkit mengerahkan kekuatanku.

"Jangan khawatir, Tuan"

Jangan khawatir apanya! Tanganmu hancur! Terbakar! Terpanggang!

Eve hanya terdiam dan aku baru sadar kalau dari tadi Eve dengan waspada memandang kedua orang serba hitam itu.



"Bodoh! Yang kau bilang lelaki tidak berguna itu tuan Al!" Kata lelaki berambut landak.

"Ha! AH! Maaf Tuan Al, kukira... Mohon maaf sebesar-besarnya!" Pria botak itu menunduk tanda menyesal ke arahku.

Aku menghiraukan ocehan mereka berdua dan bertanya kepada Eve.

"Eve! Kau... Ah! Aku tidak tahu apa yang harus kulakuan! Ayo lari!"

"Ide bagus Tuan, tapi Anda yang harus lari. Cepat!"

Aku tentu saja tidak bisa meninggalkan Eve sendirian begitu saja.

Belum sempat aku berkata-kata, Eve sudah kembali bergerak dengan kecepatan tinggi menyambar tubuhku.


Begitu aku mengedipkan mataku dan membukanya kembali aku sudah berada di tanah yang empuk. Eve terlihat masih dengan ekspresi datarnya. Bedanya, wajahnya sekarang sedikit pucat. Bibirnya yang tipis itu gemetar seperti kedinginan. Matanya yang sayu itu terlihat seperti menahan rasa sakit yang luar biasa. Keringat dingin megucur deras dari tubuhnya.

Tentu saja aku merasa ada yang aneh dengan pemandangan ini.



Sebuah pasak berukuran sangat besar menancap di punggung Eve. Pasak itu sangat besar sampai aku kira itu adalah tiang bangunan.


Menggunakan logika siapapun, itu terlihat sangat menyakitkan.


Aku tidak bisa mengeluarkan suara sedikitpun. Tenggorokanku terasa seperti terkunci. Mulutku kering dan tidak bisa bergerak.

Pikiranku rasanya berhenti selama beberapa detik. Terpana melihat pemandangan ini.

"E-eve"




"Hei botak! Bagaimana kalau [Huge Stakes] itu mengenai Tuan Al!!" Kata Pria berambut landak.

"Buktinya tidak kena, kan? Santai saja. Nona Eraser itu tidak selemah yang kau kira. Dari awal aku sudah yakin kalau dia akan menyelamatkan tuan Al" Kata si botak dengan enteng.


DOR! DOR! DOR!



Suara tembakan itu membuyarkan obrolan mereka berdua yang terpaksa menghindar dengan cepat.





"EVE! AL!"

Aku perlu beberapa mikro detik untuk mengenali suara ini.

"Ka-kakak"



"Kak Mega, tolong lindungi Tuan Al" Kata Eve kembali bangkit dan mencabut pasak di punggungnya.

"Maaf Eve,"

"Ti-Tidak apa-apa"


Kakak mengendongku menjauh beberapa meter dan menjatuhkanku seperti karung beras, Aw! Sakit sekali pinggangku.

Lalu setelah itu dengan sigap kakak mengambil kuda-kuda, mengeluarkan suatu benda kecil yang bentuknya terlihat rumit dan sekeliling kami mulai menjadi abu-abu.


Sama seperti saat Kapten menggunakan 'Clock-stopper'.


"Ka-kakak..."

"Hahaha maaf Al, kau berat sekali. Sakit ya?"

"Ti-tidak," Kataku berbohong



"Huf, aku harap Eve baik-baik saja," Kata kakak dengan wajah sangat khawatir.

"Kenapa mereka semua berhent- maksudku kita mempercepat diri?"

"Hah? Mempercepat diri? Bukan Al, Ini bukan [Clockstopper]. Ini adalah [Time-Space Splitter] atau bahasa Indonesianya Pemisah ruang-waktu.

Dengan secara paksa menggesekkan ruang-waktu..."


Stop! Aku tidak mau mendengarkan penjelasan teknis. Berikan aku ringkasan saja.

"Hm. Intinya kita memisahkan diri dengan ruang-waktu tadi supaya kita aman. Aku tidak suka memakai [Teleporter Device] karena metode itu terlalu random, berbahaya dan berisik"

Hm, rasanya apa yang disebut [Teleporter Device] itu pernah dipakai Aisa saat memanggil Ed untuk pertama kalinya.

Lalu bagaimana dengan Eve! Kenapa kita meninggalkannya?

"Aku juga tidak mau meninggalkan si imut sendirian!" Kata kakak terdengar sedikit emosi.

Aku menghiraukan cara kakak memanggil Eve dan kembali bertanya.



"Kakak sudah melihat 'Penyihir' itu kan? Bagaimana bisa Eve menghadapi mereka sendirian?! Mereka bisa melakukan apa yang bisa dilakukan Gundam!"

Kakak diam saja dan bertingkah seperti dia mendengarkan sesuatu.

"..... sudah selesai,"

Eh? Apa yang sudah selesai.



"Pertempurannya. Eve menang,"


Apa! Maksudku... HAH?! Aku baru saja mengkhawatirkannya dan sekarang dia baru saja mengalahkan dua orang yang berkekuatan setara dengan Gundam dan dalam waktu sangat singkat.

Tapi melihat ekspresi Kakak, aku tidak terlalu yakin kalau sekarang kakak senang.

Kakak menekan sesuatu di benda kecil yang dari tadi digenggamnya. Pemandangan abu-abu di sekitar kami mulai memudar menjadi berwarna dan perlahan kembali ke asalnya.

Eve berdiri tegak di antara 2 pria berjas yang bersimbah darah itu.

Dengan perlahan tapi pasti Eve menengok ke arah kami.


"Al tutup matamu,"

Karena aku merasa Kakak memerintahku tanpa ada tekanan sedikit pun, aku tidak mematuhinya dan malah berusaha memproses dan menyimpan pemandangan di depan mataku ke otak.

Eve hanya diam saja dan terlihat sangat lemas. Dia menundukkan kepalanya sedikit saat kakak mendekatinya. Tubuhnya yang tidak terlalu tinggi itu dipenuhi noda merah kehitaman yang tidak perlu profesor untuk memastikan bahwa itu darah.

Tentu saja kemampuan berlogika siapapun akan berkesimpulan bahwa darah itu adalah darah para penyihir itu.


"Kenapa kau menggunakan 'itu'..." Kata kakak sambil mendekati Eve.


"Aku-"

Sebelum Eve menyelesaikan jawabannya, suara kakak membuatku takut.

"SUDAH KUBILANG! JANGAN GUNAKAN ITU LAGI!!"

Eve menunduk semakin dalam dan tangannya menggenggam roknya yang juga penuh darah.

Kakak menumpahkan amarahnya dengan kalimat tersebut namun kembali ke nada iba sedetik kemudian,

"Pasti sakit, kan?" Kata kakak sambil mengambil sapu tangan dari sakunya.


"Tidak," Kata Eve masih dengan menunduk.


"Kau tidak bisa bohong. Aku sudah merasakan menggunakan segala macam metode medis ekstra cepat dari Organisasi,"


Eve kembali terdiam terlihat merasa bersalah dan aku terdiam karena tidak tahu apa-apa.

"Kalau mau menangis... menangislah..."

Kakak lalu membersihkan wajah Eve dari darah-darah yang mengotori wajahnya dengan hati-hati.

Eve masih menunduk dan menjawab

"Tidak,"


Akhirnya kakak memeluk Eve dan tangisnya pun pecah.

3 komentar:

Anonim mengatakan...

LOL banyak term yg belum fix ya? not bad sih chapternya, kalo dianimekan pasti keren itu adegan fightingnya XD

zetsudou sougi mengatakan...

entah kenapa saya teringat sama Sakuya Izayoi ( lol )
saya cuma mau nanya : GIMANA CARA SESEORANG MENCABUT PASAK YG NANCAP DI PUNGGUNGNYA SENDIRI?

Anonim mengatakan...

fallendevil : OL term belum fix

cara nya? tangan taruh di pasak terus cabut...

asal sudut tancap pasak tdk sama dengn 90 derajat bisa kok