Chapter 03 - The Abcence of Tourist from Future isn't Proof that Time Travel Impossible

"Ah, ngomong-omong. Tadi malam, Kakak pulang jam berapa?"

Nana bertanya sambil menyendok telur dadar yang menjadi sarapannya.

"Hm? Jam 8. Kau sudah tidur kemarin jam segitu, ya? Jadi tidak tahu aku pulang,"

"Darimana saja, sih?"

Ah, banyak hal terjadi kemarin.



Ngomong-omong sejak dari kemarin aku ingin menanyakan hal ini padamu,

"Hm~? Tanya apa~?"

Ehem,

Apa penjelajahan waktu itu mungkin? Secara ilmiah maksudku.


"Di atas kertas, Menjelajah waktu itu bisa dilakukan. Itu sudah diizinkan oleh oleh teori-teori fisika modern.

Tergantung penjelajahan waktunya.

Menjelajah waktu tentu saja hanya dua cara yaitu ke masa depan dan masa lalu.

Untuk menjelajah waktu ke masa lalu ada beberapa metode yang diizinkan secara teoritis, menjelajah waktu via perjalanan lebih-cepat-dari kecepatan cahaya, wormhole atau blackhole.

Karena partikel yang memiliki kecepatan-kurang-dari-kecepatan-cahaya membutuhkan energi tanpa batas untuk mencapai kecepatan cahaya maka metode ini hampir tidak mungkin. Teori Relativitas khusus melarang gerakan-lebih-cepat-dari-kecepatan-cahaya. Aku juga tidak bisa membayangkan bagaimana jika tubuh kita dibawa dengan kecepatan cahaya.

Mungkin menurutku yang paling masuk akal adalah kemungkinan dunia ini sebenarnya memiliki geometri ruang waktu khusus untuk memperbolehkan perjelajahan waktu ke masa lalu,"



Stop. Aku tidak dapat mengikuti sama sekali. Tapi singkatnya?


"Mungkin. Di atas kertas. Perhitungan oleh Kurt Godel membuktikan penjelajahan waktu ke masa lalu, di atas kertas bisa dilakukan. TAPI, jika alam semesta ini memiliki karakteristik fisik yang sebenarnya belum ada yang bisa membuktikannya,"

Jadi secara teori mungkin, tapi secara praktek tidak mungkin?

"Bisa jadi. Tapi sudah kubilang aku bukan orang yang percaya penjelajahan waktu itu mungkin. Aku cuma menjelaskan secara obyektif saja,

Uhm. Tapi berbeda dengan penjelajahan waktu ke masa depan. Itu secara praktek mungkin menggunakan dilatasi waktu.

Heh~ Tapi secara praktek, dengan teknologi manusia sekarang, penjelajahan waktu oleh manusia ke masa depan hanya terbatas 20 milisekon ke depan."


Aku tidak dapat menggengam seluruh hal yang kau katakan. Tapi sepertinya, yang kau maksud, dengan teknologi manusia sekarang tidak mungkin?


"Ya,"


Ok aku rasa walau aku tidak terlalu paham, tapi setidaknya aku tahu bahwa sekarang masih mustahil.

Sebenarnya dari kemarin aku ingin bertanya tentang hal ini. Perkataan Eve dan Aisa yang mengatakan bahwa Nana salah satu orang yang berpengaruh di masa depan membuatku penasaran tentang apa pendapat adikku tentang ini.

Itu pun kalau mereka bisa membuktikan mereka dari masa depan. Kalau benar, ini keren sekali.

Tapi aku bertaruh kemungkinan besar mereka akan berkata "Ahaha~ Kak Al tertipu~" atau sejenis itu dengan suara seperti anak tk yang berhasil membangun istana pasir setinggi 30 sentimeter.



"Hari ini Pentas Seni, lho,"

"Hm? Oh ya. Masa Orientasi Sekolah ABS dan AGS sudah selesai ya,"

Masa Orientasi Sekolah di AGS dan ABS berlangsung dan berakhir secara bersamaan. Setelah itu ditutup dengan pentas seni kedua sekolah di Aula Utama yang letaknya dekat dengan perpustakaan.

"Datang?" Tanya Nana.

"Ke mana? Pentas Seni?"

"Iya,"


Aku melipat tanganku dan berpikir sejenak.

"Lihat situasi." Kataku sambil melanjutkan sarapan.




Masih dengan rasa malas yang menghantuiku, rasanya berangkat sekolah berat sekali. Liburan panjang yang santai benar-benar membuat tubuhku lupa bagaimana metabolisme seorang siswa yang hampir satu semester penuh kerja rodi. Aku harap kebiasaan bangun siangku bisa hilang setelah beberapa hari masuk sekolah, tapi sudah seminggu lebih belum sembuh juga. Mungkin karena tahun ajaran baru juga belum efektif dengan adanya acara seperti Masa Orientasi Siswa baru.

Setelah memasuki komplek ABS aku tidak segera menuju kelas. Karena menuju ke kelas pun belum terlalu penting. Secara otomatis aku menuju perpustakaan untuk menyelesaikan pekerjaan yang aku tinggalkan kemarin.

Berjalan dengan kecepatan sedang aku memperhatikan beberapa siswa tingkat 1 memakai berbagai aksesoris aneh.

"Selamat pagi, Senior,"

"Oh, pagi,"

Menyadari aku menatap mereka, mereka menyapaku.


Pentas Seni di mulai sekitar jam 9, sementara para siswa tingkat 1 mempersiapkan apa pun yang mereka tampilkan, siswa tingkat 2 atau 3 mungkin menyusun organisasi kelas.


Karena aku punya kesibukan sendiri sebagai Komite Perpustakaan tentu saja aku tidak ikut apa pun acara kelas saat Masa Orientasi. Tapi mau bagaimana lagi, ini konsekuensinya. Sebenarnya bukan Komite Perpustakaan saja, Anggota OSIS dan panitia Masa Orientasi juga sibuk dengan urusan mereka di tahun ajaran baru.



Tidak membutuhkan waktu sampai aku berkeringat untuk mencapai perpustakaan. Tapi, melihat pintu Utama perpustakaan tertutup, aku berputar ke arah samping.


Setelah masuk ke perpustakaan, aku menuju ke ruang komite untuk melihat siapa yang sudah berangkat.



"Oh, Pagi Al,"

"Cuma kau saja?" Tanyaku sekilas setelah tidak melihat siapa pun berada di ruangan ini.

Isaac hanya tersenyum mendengar pertanyaanku. Setelah menyadari ekspresi bingungku, Isaac menunjuk ke arah meja yang penuh dengan tumpukan buku.

Aku melangkah perlahan menuju meja tersebut.

Kak Rossa tertidur dengan nyenyaknya di meja tersebut. Sebuah buku laporan menjadi bantalnya, tangan kanannya menggenggam pensil mekanik.


"Dasar," Kataku sambil menaruh tangan di dahiku.

"Sepertinya Rossa sudah ada di sini sejak pagi sekali."

"Seenaknya mengerjakan seluruh pekerjaan sendirian, dasar workaholic," Kataku tanpa maksud menghina sedikit pun.

Kalau sudah masalah kerjaan orang ini benar-benar seperti orang kesetanan. Dia seperti orang kecanduan, kalau tidak melakukan sesuatu sepertinya dia akan jadi sinting seketika.


"Ngomong-omong. Eve juga datang pagi-pagi sekali. Dia ada di rak 17A. Katanya mau membaca buku di sana,"


Kau sendiri, sudah dari tadi di sini?

"Hm? Ya. Aku pagi-pagi datang, berniat menyelesaikan pekerjaan supaya bisa bersenang-senang melihat Pentas Seni. Ternyata hampir seluruh pekerjaan selesai," Katanya sambil mengangkat bahu.



Apa yang dikatakan Isaac benar. Aku berusaha mengerjakan sesuatu membuat diriku sibuk. Tapi usaha itu hampir sia-sia karena hampir semua pekerjaan selesai. Satu-satunya pekerjaan yang tersisa adalah menaruh buku-buku baru di rak "New Release". Dan pekerjaan itu tidak memakan energi terlalu banyak.


Akhirnya aku duduk santai menunggu ketua kami yang sedang tertidur itu terbangun.


"Nana, mana?" Tanya Isaac padaku.

"Dia ke kelas langsung. Kelasnya dapat jatah panggung,"

"Hee..."

Isaac menaruh sedikit perhatian pada topik pembicaraan ini,

"Mementaskan apa kelasnya Nana?"

Kalau tidak salah mementaskan drama. Katanya si Nana jadi tokoh antagonisnya.


"Hee... Sepertinya menarik. Drama apa yang mereka mainkan?"

Tidak tahu juga. Aku lupa tanya. Memang kenapa?

"Hm? Aku tertarik dengan Nana..."

...

...

Kau...


"Jangan salah sangka dulu," Isaac mengatakan hal ini sambil mengangkat kedua tangannya terbuka.


"Tidak salah tertarik dengan seorang yang jenius bukan? Tenang saja, tidak ada perasaan lebih dari kalimat tadi," kata Isaac sambil tersenyum.


Tapi memang Nana itu memang jenius. Aku tidak akan heran kalau beberapa tahun ke depan dia mendapat nobel atau menciptakan suatu penemuan. Yang aku sendiri heran kenapa aku bisa jadi kakaknya.

"Ah, Kau terlalu memandang rendah dirimu. Masalah jenius itu mungkin keturunan,"

Membayangkan Ayah dan Ibuku menjelaskan gravitasi kuantum saja membuatku tertawa. Singkatnya, mereka biasa saja, tidak ada yang spesial. Orang tua biasa yang setiap hari bekerja lalu pulang dan nonton TV bersama.


"Meskipun biasa saja, tapi bisa saja mereka membawa gen--"


Sebelum Isaac menyelesaikan kalimatnya, Eve muncul tiba-tiba dan duduk di kursi kosong di seberang kami.

Menyadari aku dan Isaac berhenti bicara dan memandangnya, Eve berkata,

"Silahkan lanjut,"


"Anu, Eve, Kau tidak membantu-bantu kelasmu?" Tanyaku heran setelah ingat bahwa seluruh kelas 1 harusnya sibuk.

Meski dia Komite Perpustakaan baru, tapi tetap bukan alasan untuk tidak ikut tampil di pentas. Jika kelasmu tidak dapat jatah panggung, setidaknya bukankah kelasmu membuka stand atau sesuatu?


"Drama. Nanti siang,"

O-oh begitu. Lalu Aisa?

"Cek Sound,"

Ah! Apa dia main band?

"Iya."

"Isaac, kapan pentas seni nya mulai?!" Tanyaku berpaling ke Isaac

"Aku rasa sekitar jam 10."

Kita harus nonton semua--


"Uuuuhhh~~"

Suara di atas milik ketua Komite Perpustakaan yang secara tiba-tiba bangun dari tidurnya setelah melahap seluruh pekerjaan teman-temannya.

"He-" Rossa merentangkan tangannya berusaha melemaskan otot-ototnya.


"Apa pekerjaannya sudah selesai?"

Itukah hal pertama yang kau tanyakan setelah bangun tidur?


"Aku rasa semua pekerjaan sudah selesai, setidaknya untuk sekarang," Jawab Isaac mendahuluiku.

"Bagus. Al, kau harus bayar ke aku karena kau yang paling sedikit bekerja. Grafik performa kerjamu paling rendah!,"

Tentu saja! Baru saja satu hari dan kemarin aku terkena insiden!! Apa kau membuat Grafik harian?!


"Kalau ada keluhan, Sampaikan pembelaanmu secara tertulis. Dengan jelas peraturan nomor 1 pasal 2 mengatur bahwa anggota paling tidak produktif akan terkena denda!"

Tidak terimakasih, aku malas. Aku yakin peraturan itu baru saja kau buat. Dan kenapa baru pasal satu sudah menyinggung denda?!! Kau sama sekali tidak punya talenta menjadi jadi legislatif.



"Anu, Rossa, Apa hari ini kita bisa berkeliling stand anak kelas 1 sebelum nonton Pentas Seni?" Tanya Isaac memotong pembicaraan kami yang tidak berguna.

"Hehe tentu saja! Itu tujuannya aku menyelesaikan pekerjaan lebih awal!" Kak ROssa tersenyum ceria menyambut pertanyaan Isaac.


"Ok. Tunggu aku, aku mau persiapan,"

Untuk apa kau bawa handuk?!

"Tentu saja mandi. Aku di sekolah sejak jam 4. Dan belum mandi. Bye,"

Bye kepalamu.



"Unik," Eve bereaksi dengan tingkah laku Rossa.

"Memang," Kata Isaac mengiyakan.

***

"Ah~ jadi ingat masa-masa muda saat masih jadi junior~~,"

Jangan bicara seakan kau nenek tua yang sudah mempunyai sekarung cucu. Bertingkahlah sedikit normal di depan junior.

"Tapi memang kangen juga..." Isaac menaruh tangannya di dagu.


"Hehe~ Oh, Lihat! Mereka jual jajanan pasar!"

Segera setelah meneriakkan itu Kak Rossa secepat cheetah yang memburu mangsanya menuju stand tujuannya.


Aku ingin cepat melihat Pentas Seni.

"Oh ya? Aku cukup senang kita bertiga jalan-jalan tanpa arah seperti ini. Sayang Eve tadi tidak bisa ikut karena dia persiapan," Kata Isaac.



Sekilas aku melihat orang yang aku kenal dan memanggilnya. Dia adalah senior kami di Komite.

Segera setelah menyadari aku memanggilnya, pria tinggi berkacamata itu melambaikan tangan dan mendekat.

"Yo! Al, Isaac!"

"Pagi Kak,"

"Pagi! Haha bagaimana? Anggota baru kalian menyenangkan?" Tanyanya sambil menjabat tanganku.

"Haha kali ini kita dapat 3 gadis AGS," Kataku dengan nada bergurau.

"Ahaha! Bagus! Dengan begitu bisa pilih-pilih hahahaha. Mana Rossa? Aku mau lihat wajahnya yang mungkin kantung matanya sudah setebal 2 senti!"

"Kak Rossa masih belum berubah, dia masih gila kerja seperti dulu," Balasku.

"Hooo, aku kira kau juga belum berubah. Masih memanggil Rossa dengan Kak. Kau sudah menghilangkan kebiasaan itu, kan? Isaac?"

"Haha iya. Sepertinya Al masih belum bisa menghilangkan kebiasaannya itu,"

Yang namanya kebiasaan, kalau dilakukan dengan tidak seperti biasa rasanya akan aneh.


"Oh, ngomong-omong, belakangan ini banyak rumor-rumor tentang perpustakaan, kan?"

Rumor?

"Seperti... Banyak orang melihat sesuatu yang harusnya mereka tidak lihat..." Kata Senior dengan nada cukup serius.


"Kami tidak tahu ada rumor semacam itu..." Kata Isaac memegang dagunya.

"Begitukah? Dari kemarin banyak yang membicarakannya. Jadi aku kira kalian yang dari kemarin di perpustakaan mungkin mengetahui sesuatu"


"Senior sendiri tahu, kan? Kalau kita dari dulu juga tidak ada apa-apa?" Kata Isaac

"Aku tahu itu. Tapi rumor ini dimulai sejak awal tahun ajaran baru," Tekanan pembicaraan serius semakin ditekan kan oleh senior kami ini.


"Hm..."


Kami bertiga terdiam sejenak. Sebenarnya aku bisa mengatakan kalau aku kemarin melihat bayangan pria mati dengan mengenaskan. Namun entah kenapa mulutku tertutup seakan tidak ingin membicarakannya.


"Oh! Aku harus pergi dulu! Bye!"

Lalu senior kami itu pergi menghilang di kerumunan para siswa.


***

Dan aku dengan dongkol berdiri di barisan tengah.

Kalau saja Kak Rossa tidak menghabiskan waktu di stand lempar dart, tentu saja kami bisa duduk di barisan depan.

"Tidak apa-apa, kan? DUduk di depan atau tengah sama sama saja. Lagipula... Jang! Jang! Aku dapat boneka lucu ini," Kata Kak Rossa sambil menunjukkan boneka berukuran sekepalan tangan.

Apa sebenarnya yang lucu dari buntalan hitam bertanduk dan memiliki manik-manik sebesar kancing baju?

"Dasar! Tidak pernah mengerti tren remaja putri zaman sekarang. Ini bukan tanduk, ini sayap. Ini juga bukan manik-manik, ini matanya! Err... Namanya..."

Kak Rossa menaruh telunjuknya di kepala.

Hah! dan kau berkata itu tren terbaru. Bahkan kau tidak ingat namanya.


"Aku yakin namanya Peropegozu. Belakangan ini dia cukup populer karena ada sebuah sinetron tertentu yang tokoh utama wanitanya mengkoleksi boneka kelelawar itu," Kata Isaac

"Ah! Itu maksudku!" Sela Kak Rossa segera.

Pero- apa? Namanya aneh sekali dan susah diingat. Mereka perlu merubah namanya.


Kami tidak terlalu memperhatikan penampilan kelas 1 yang ada di panggung. Tapi aku yakin mereka cukup bagus karena selain kami, banyak orang yang dengan serius memperhatikannya. Meskipun cukup sulit membuat drama yang hanya berisikan laki-laki, sepertinya mereka bisa menarik perhatian penonton. Sebenarnya mereka bisa meminjam beberapa siswi AGS kalau mau, karena tidak dilarang sama sekali.


"Dan tadi penampilan kelas 1 B ABS silahkan berikan tepuk tangan,"



"Dan selanjutnya kelas 1 A AGS akan menampilkan Drama berjudul "Putri Hujan"."


"Ah! Kelasnya Eve. Katanya dia dapat peran," Kataku pada Kak Rossa.

"Hoo, kita lihat bagaimana,"


Setelah beberapa menit menonton, jelas sekali ini merupakan parodi Snow White, tapi dengan konteks lokal dan kekonyolan.

Dan akhirnya Eve mendapat jatah panggungnya.

"Bffft!!" Kak ROssa berusaha menahan tawanya.

"E-eve jadi cermin ajaib sang ratu," Kataku sambil menggaruk-garuk kepala.

"Haha peran yang cukup menarik," Kata Isaac mengangguk-angguk.


Dan selama Drama Parodi itu berlangsung kami bertiga tertawa tidak karuan karena kekonyolan drama ini benar-benar tidak waras. Perutku sampai sakit.



Setelah selesai, Eve datang ke barisan tempat duduk kami dan duduk di sebelahku.


"Bagaimana?"

"Haha Keren!" Kata Kak Rossa mengangkat jempolnya.



Dan tentu saja selanjutnya adalah penampilan yang aku tunggu-tunggu. Tentu saja penampilan band kelas Aisa.



"Er... T-tes...tes,"

Aku lihat Aisa yang memegang bass dan berdiri di depan mic terlihat gugup.

"Aneh. Personilnya kurang satu, Vokalisnya tidak hadir" Kata Eve.

Be-benarkah? Bukankah itu bahaya.


"Er.. Kami dari ke-kelas 1 D a-akan me-membawakan la-la- eh... perkenalannya? Ah benar! Pe-perkenalan lebih du-dulu ya..."

"Ah dia berkeringat," Kata Kak Rossa

"Sepertinya gugup sekali," Kata Isaac.


"...,"



Eve lalu mengeluarkan ponselnya dan sepertinya menghubungi seseorang.


Piip-piiip

Suara nada dering itu terdengar sangat keras sampai bergema di seluruh Aula. Ternyata nada dering itu milik ponsel Aisa.

"E-EH! HP ku- Be-belum kumatikan!"

Segera tawa penonton pecah mendengar celetukan Aisa.

Sedang apa kau Eve?

"Angkat bodoh," Kata Eve menghiraukanku


"Ha-haloo~ E-eve?! Ke-kenapa kau telepon saat se-seperti ini...He? Ma-matikan Micnya dulu?..."


Aku yang duduk di sebelah Eve bisa mendengar dengan jelas isi pembicaraan mereka. Begitu juga Kak Rossa dan Isaac yang duduk disebelahku.


Sepertinya ekspresi Eve benar-benar serius kali ini. Membuat kami bingung dengan apa yang sedang terjadi.

"Sekarang,"

......


"Sekarang. Perintah sudah turun,"

...


"Aku tunggu,"


Dan begitu saja Eve memutus telepon itu. Membuatku semakin bingung dengan apa yang terjadi.


Aisa terlihat menunduk sejenak. Temannya yang memegang keyboard sepertinya menanyakan keadaannya. Aisa lalu kembali berdiri di depan mic stand.


Dan tiba-tiba.


"Pegang tanganku," Eve mengeluarkan suara yang sangat lemah sehingga hanya aku yang mendengarnya.

Tentu saja aku bingung.

Tapi sebelum aku bereaksi tangan Eve meraih tanganku dan berkata,

"Tutup matamu dan bersiap-siap untuk mual,"

"He?"

Secara reflek aku menutup matakku.

Tiba-tiba perutku terasa digoncang-goncang. Tentu saja aku ingin langsung muntah ditempat. Saat aku ingin menggunakan tangan kananku untuk menutup mulutku, genggaman Eve sangat kuat sehingga aku kira tanganku menyatu dengan tembok.

Sensasi itu masih berlangsung beberapa detik kemudian. Aku tergoda untuk membuka mata namun sebelum aku berhasil, sensasi memuakkan itu berhenti.



Begitu aku membuka mataku, seluruh dunia serasa mati. Seluruh orang terlihat berhenti total seperti sebuah film DVD yang di pause, seperti animasi yang berhenti ditengah-tengah, seperti pameran patung lilin.


"Absolute-Closed-Time-Space"

Satu-satunya yang menyambutku setelah aku sadar akan keanehan ini adalah suara Eve yang dingin dan datar,

"Di-di mana ini," Kataku.

"Ruang waktu tertutup yang absolut-- buatan. Hanya bertahan sebentar,"

Aku mengamati seluruh Aula yang kehilangan warnanya menjadi abu-abu.


"I-ini..."



"Haah~ Kenapa perintah itu selalu datang tiba-tiba."

Aisa yang masih menggunakan pakaian panggungnya berjalan perlahan ke arah kami.


"Sebentar lagi mereka datang," Kata Eve pada Aisa.

"Aku tahu. Sudah lebih baik ganti pakaian dulu."

Mereka berdua menekan sesuatu di sabuk mereka dan secara instan mereka berdua berganti baju menjadi setelan jas hitam.


Aku belum pernah membuka mulutku selebar ini untuk kaget akan suatu kejadian.

"Hehe, kaget ya? Kak Al. Namanya Dissolver-Clothing-System, memecah partikel pakaian dan menggabungkannya kembali. Kalau yang lebih modern lagi punya fitur anti radiasi nuklir," Kata Aisa mengeluarkan senyum bulan sabit.


Aku yakin kalau Superman punya alat itu dia tidak harus lari ke kotak telepon umum untuk ganti baju atau merobek setiap kemejanya di saat genting.

Tapi bukan itu masalahnya.

"A-apa yang sebenarnya terjadi?"



"Bukankah kami sudah bilang..."




"Kami Penjelajah Waktu,"




Aku masih membuka mulutku dengan lebar.

"Ma-maksudku... YANG BENAR SAJA!!" Kataku tidak percaya.

"Tentu saja, Kak. Masih ragu?"

Tidak. Daripada itu... Kalian bisa melakukan sesuatu yang mengerikan seperti menghentikan waktu... Aku selalu berpikir kalau kekuatan seperti ini melampaui--


"We don't and we won't Play God,"


Aisa mengatakan ini menyela kata-kataku.


"Itu semboyan Organisasi. Kami tidak bermain menjadi Tuhan" Katanya tersenyum penuh makna.


"Yang lebih penting... Ada yang ingin bertemu denganmu," Kata Eve yang sampai sekarang masih belum melepas tanganku.



Anu, Eve...

"Kalau aku melepas tanganmu... Kau bisa mengalami Suspended-Animation-Syndro--"

Ok, ok! AKu mengerti! Itu terdengar menyakitkan. Aku tidak akan menragukan atau melawan kata-kata kalian.



Dan seseorang tiba-tiba saja muncul dari ketiadaan.


Seorang pria tua berdiri di depan kami bertiga. Rambutnya putih dan dia mengenakan jas hitam. Di belakangnya berdiri seorang pria tegap menggenggam lengan orang tua tersebut. Dia juga memakai jas hitam yang sepertinya menjadi seragam apa pun yang mereka sebut dengan "Organisasi"

"Uhuk-uhuk!"

"Tuan, Anda tidak apa-apa?"

Pria tegap itu berusaha menopang pria tua tersebut.

"Tidak apa-apa. Sepertinya tubuhku sudah tidak kuat untuk menjelajah waktu lagi... "

"Anda memaksakan diri."



Aku, Aisa dan Eve terdiam memandang orang tua tersebut berusaha berdiri tegak dengan kemampuannya sendiri.


"A-Al..."

Pria tua tersebut bereaksi seperti melihat hantu saat melihatku.


"Sudah lama sekali..."

Pria tersebut berjalan perlahan menuju tempatku berdiri, berjalan tertatih dipandu oleh pria muda di sebelahnya.

Karena sepertinya aku tidak mengenal sama sekali orang tua ini, aku bertanya padanya.


"Ini aku..."

==========

Author note :

Kepanjangan jadi di bagi 2.

4 komentar:

Anonim mengatakan...

Ahahaha, kereen. Switching tensionnya kerasa banget, dari adegan di bunkasai tiba-tiba langsung ke serius semi thriller.

> "E-EH! HP ku- Be-belum kumatikan!"
Moe XD

zetsudou sougi mengatakan...

2 hal yg saya komentari
1. akan lebih lucu jika nama bonekanya PEROBEAR
2. dengan mencet sabuk = henshin
akan lebih baik jika dissolver clothing systemnya diperlama menjadi 5 detik. karya anda kekurangan elemen ecchi

Anonim mengatakan...

"He-" Aisa merentangkan tangannya berusaha melemaskan otot-ototnya.

"Unik," Eve bereaksi dengan tingkah laku Aisa.
^
^
itu maksudnya Rossa??


keren. tapi bisa lebih bagus lagi kalau beberapa adegan ditulis dengan lebih mendetail.

btw, saya nggak punya bayangan bentuk bonekanya gimana!! xDD

Franz Budi mengatakan...

@kai
belajar dari kesalahan

@gecd
komen gendeng dibales lewat fb

@anonim
thanks for pointing out :maaf: