Hal yang pertama kali terlintas setelah mendengar namaku biasanya adalah seorang wanita pertama di muka bumi. Seorang Ibu dari seluruh umat manusia.

Eve

(Author Note : Nek ora ngerti, Eve kuwi Hawa ne wong londo ; Kalau tidak tahu, Eve itu Hawa-nya orang barat)


"Tidak juga, mendengar namamu aku jadi ingat merek sabun, Ahahaha,"

Aku terdiam mendengar komentarnya. Haruskah aku menjawab? Atau dia semata-mata bicara dengan dirinya sendiri tanpa mengharap jawaban?

Pada akhirnya aku memutuskan diam.


Pria yang baru saja berkomentar itu tentu saja tidak bermaksud menrendahkanku. Aku tahu dia bercanda.

Rambut hitam gelapnya yang sedikit berantakan itu tertiup oleh angin sepoi serirama dengan bunga-bunga yang melambai seakan mengikuti irama.

Wajahnya yang terlihat sedikit lelah itu masih saja menampilkan senyum.

Duduk di antara padang rumput merupakan kebiasaan Tuan Besar jika ingin menghilangkan penat.


Aku hanya berdiri tak bergerak di belakangnya.


"Hei, kau sudah siap untuk menjalankan misi selanjutnya?" Katanya sambil menengok ke arahku.

Aku mengangguk perlahan namun cukup jelas sehingga dia melihat bahasa tubuhku.

"Hei, kau terlihat tidak sehat?"

Sepertinya karena dari tadi aku tidak mengeluarkan suaraku, sepertinya dia salah paham.

"Saya baik-baik saja, Tuan,"

"Hahaha begitukah? Kau terlihat lemas... Mungkin butuh multivitamin? Ah, kalau kau minta multivitamin, jangan minta ke Karin. Kemarin aku diberi obat pencahar, Sial,"

Haruskah aku tertawa?

Tidak bisa.

Karena aku tidak diperbolehkan untuk bisa.

Segala sesuatu harus diperhitungkan tingkat ke efesiensian nya. Itu yang diperintahkan kepadaku.

Aku adalah Eraser kelas 1. 'Kakak' dan Ketua dari seluruh Eraser yang ada di Organisasi. Aku tidak diperbolehkan 'oleh seseorang' untuk memiliki senyuman. Karena itu sama sekali tidak 'efisien'.

Memiliki ekspresi datar adalah keuntungan. Musuh tidak bisa membaca perasaan dan pikiranmu.

"Hee? Jangan bicara begitu... Sekali-kali tersenyumlah! Iwan bilang kalau seluruh wanita di dunia tidak ada yang tidak cocok dengan senyuman,"

"..."


"Hei, mau mencoba memancing? Kau masih punya waktu, kan?"

"Terimakasih atas tawarannya Tuan. Tapi sebentar lagi saya harus bersiap-siap,"


Aku menyesal menolaknya.

"Sayang sekali,"


Dia tersenyum. Meski aku menolaknya.


"Saya harus pergi,"

"Oh. Sudah waktunya? Sebaiknya aku juga harus segera pergi..."

Aku ingin bertanya kemanakah pria ini akan pergi, tapi sepertinya mulutku terkunci.

Dia berdiri. Lalu berjalan ke arahku.

Dia menaruh tangannya di kepalaku dan membelainya perlahan.

"Hehe! Semoga berhasil. Bersenang-senanglah dengan misimu,"

Meski ini misi, aku harus bersenang-senang?


"Ah, ngomong-omong... Kau sudah tentukan partnermu?"

"Sudah,"

"Beritahu aku,"

"No. 99,"

"Hm? Beritahu aku namanya. Aku tidak suka cara memanggil seperti itu,"

"Aisa,"

"Aisa, ya? Anak yang suka memberontak itu? Hahaha... Isaac sering sekali ngomel-ngomel denganku kalau sedang membicarakan bocah itu,"

Pria ini terdiam sesaat.

"Dengar Eve, ada sesuatu yang aneh dengan alur waktu... Aku yakin ada sesuatu yang aneh. Karena itu aku mengutusmu, orang yang paling kupercaya, untuk membantuku menyelesaikan ini...

Siapa, bagaimana, darimana dan apa maksud dari semua ini aku tidak tahu. Tapi, Aku, kau, Isaac, Nana, Karin, Rossa, Aisa... mungkin sedikit bantuan dari Senior dan Iwan juga, pasti bersama kita bisa menyelesaikannya!"

Aku mengangguk. Aku percaya padanya.





***


Aku terbangun dari mimpiku... Tepatnya lautan memori dari ingatanku.


Itu terjadi 1.5 tahun yang lalu secara kronologis. Dan kenyataannya 'keanehan alur' waktu itu sama sekali belum menunjukkan anomali yang berarti.

Bagi kami para Eraser. Otak hanya tempat untuk menyimpan informasi, mengaproksimasi kejadian atau perhitungan, dan memproses perintah.

Dengan gerakan yang efisien aku bangkit dari tempat tidurku. Sebelum aku melakukan hal lain suara yang sangat ku kenal terdengar dari balik pintu.


"Eve..."

Terdengar suara dari luar kamarku.

"Masuk, Aisa,"


Aisa masuk ke ruangan 5 x 5 yang menjadi tempatku istirahat 1.5 tahun terakhir.

Sepertinya dia baru saja selesai menyiapkan sarapan. Rambut ikat kudanya terlihat rapi dan dia memakai celemek. Wajahnya yang manis itu di penuhi keraguan seakan dia mengkhawatirkan sesuatu.

"Ehm... Boleh aku bicara?"

"Silahkan. Aku dengar kok,"

Aisa mendekatiku dan duduk di kursi meja belajarku.

"Kau tahu, sejak..."

Dia terdiam sesaat. Seakan ragu dengan kata-kata yang akan dikeluarkannya.

"... sejak kau dan Al... semakin dekat, organisasi kacau. Ah, bukan maksudku ikut campur! Aku mendukung kalian berdua! Sungguh! Tapi...!"

Aku menatap Aisa sesaat lalu tersenyum dan bangkit dari tempat tidur.

Benar sekali. Aku bukan lagi yes-man Organisasi. Aku adalah aku. Tidak peduli dengan kata petinggi Organisasi, Persetan, Aku 'dulunya' manusia. Dan sekarang pun setidaknya perasaan bahwa aku manusia masihlah ada. Aku bisa jatuh cinta. Itu adalah buktinya.

Tapi tentu saja Organisasi tidak akan pernah membiarkan anjing Organisasi seperti kami memiliki perasaan yang tidak diperlukan, mereka terus menerus meminta Divisi Transhuman untuk menginstall ulang kepalaku.

Sebagai 'adik' dan sahabatku, Aisa tentu saja khawatir denganku. Kami sudah bersama sejak lama. Terimakasih, berkat dirinya aku sadar...

Meski kami bukan lagi manusia, tapi kami masih pantas untuk memiliki kebebasan untuk memilih.



Aku berjalan ke arahnya dan memeluknya.

"Jangan khawatir, Meski mereka terus menerus menyuruh Nona Karin dan Tuan Al untuk me-restart diriku, mereka tidak akan mendapat izin... Aku yakin itu,"

"Bagaimana kau bisa seyakin itu?!"

"Karena aku percaya dengan mereka. Mereka akan mengerti,"

"Tapi!"

Aku mengisyaratkan Aisa untuk tenang dengan menaruh jariku di atas bibirnya yang merah muda dan segar itu.


"Aku percaya pada mereka berdua,"

"Hah~ Andai saja semua masalah bisa di selesaikan dengan percaya pada orang lain," Kata Aisa sarkastik sambil menggaruk kepalanya.

***



"HHHAAAAAAAAH!! Diriku versi masa depan benar-benar mengerikan! Aku tidak percaya kalau aku baru saja mengoperasi 5 orang berturut-turut tanpa istirahat dengan dalih meningkatkan konsentrasi!"

Nona Karin menaruh dagunya di meja makan. Dari wajahnya terlihat kalau dia sangat lelah. Rambut pendek sebahunya sampai menyentuk meja makan dan menutupi kepalanya seperti rumput laut.

"...Aku bolos,"

"Hee!! Nona! Baru hari pertama anda sudah berniat membolos?! Itu pertanda tidak baik," Kata Aisa terlihat kaget

"Tapi aku capek! Bayangkan saja, 12 jam berada di depan tumpukan daging!"

"Ugh! Jahat sekali anda bilang tumpukan daging... Mereka manusia, kan?"

"Bukan! Mereka benar-benar daging dengan komposisi dan anatomi yang sama dengan manusia! Aku yakin diriku dari masa depan yang membuatnya," Kata Nona Karin semakin terlihat malas di atas meja makan.

Sambil mendengar percakapan Aisa dan Nona Karin, aku menata meja makan dengan lauk dan sayur.

"Tapi Nona Karin sendiri sangat hebat, bisa bertahan dari latihan itu," Kataku berniat memuji.

"Huu... Aku terpaksa melakukannya... Aku tidak bisa membayangkan kalau aku menolak,"


Melihat sarapan sudah dihidangkan, Nona Karin segera menghabiskan sarapannya. Sudah menjadi kebiasaannya untuk mampir ke rumah kami di pagi hari untuk sarapan. Rumahnya berada di sebelah kami dan dia tinggal sendirian. Tiap hari pun dia selalu berlatih dengan 'dirinya dari masa depan'.

Mengesampingkan keluhannya, Nona Karin selalu berhasil menyelesaikan seluruh latihan tersebut dengan sempurna. Aku kira Nona Karin memang jenius.


"Hah! Aku mau pulang dan tidur! Lagipula hari ini paling cuma upacara dan MOS... Bye!"

Secepat kilat Nona Karin menghilang dari ruang makan dan kembali ke rumahnya.



"Ngomong-omong... berapa lama lagi kita berada di bentang waktu ini?" Tanya Aisa dengan wajah datar memandang susu coklat yang ada di tangannya. Sepertinya dia pun sadar kalau waktu kami berada di bentang waktu ini terbatas.

"Mungkin sekitar setengah tahun lagi... Misi kita di sini hanyalah menjaga Nona Sabrina sampai dia menemukan dasar Penjelajahan Waktu,"

Itu yang kukatakan pada Aisa.

Misi tentang keanehan alur waktu di bentang waktu ini adalah Misi Rahasia yang tentu saja hanya petinggi Organisasi yang tahu. Setidaknya aku juga harus bertingkah bahwa aku tidak tahu apa-apa.

"Hm... Setengah tahun lagi kah? Aku akan merindukan hari-hari kita bersama mereka, mereka semua orang-orang yang luar biasa,"

Ya mereka semua orang yang luar biasa.

Nona Sabrina, dia penemu dasar penjelajahan waktu. Luar biasa dalam umurnya yang masih sangat muda dia bisa menyadari komponen paling penting dari sebuah penjelajahan waktu.

Tuan Isaac, dia sebenarnya sangat ramah di bentang waktu ini. Dia adalah rival sekaligus partner Nona Sabrina yang berhasil menciptakan hukum dasar penjelajahan waktu.

Nona Karin, dia jenius di antara jenius. Dia adalah pemimpin Divisi Transhuman dan 'Ibu' dari para Eraser.

Nona Rossa, aku tidak begitu familiar dengannya di masa depan. Tapi dia sedikit banyak terlibat di Divisi Penjelajahan Waktu. Di bentang waktu ini sepertinya dia hanyalah gadis biasa. Dia pintar, namun tidak bisa dibandingkan dengan Nona Karin, Nona Sabrina dan Tuan Isaac.

Tuan Iwan, dia santai dan menyenangkan. Di masa depan dia adalah pemimpin Divisi Advanced Technology. Dia ahli dalam menciptakan konsep alat/device yang Organisasi gunakan.

Nona Tifa, dia nantinya menjadi ketua divisi Anti-Magic. Meski kita hidup di masa depan yang terdengar futuristik. Kekuatan sihir dari masa lalu malah musuh terbesar ilmu pengetahuan.

Setidaknya dalam pertempuran besar 3 Tahun yang lalu, Organisasi berhasil menghantam jatuh para Penyihir itu. Saat ini Organisasi masih menyelidiki pembuktian sains dari Sihir itu sendiri.

............

........

...



Aku rasa itu saja.

"Hm... Kita belum menemukan masa kecil Tuan Besar," Kata Aisa.

Tentu saja. Kita belum bertemu Tuan Besar.

Tuan Besar benar-benar misterius. Dia sering terlihat tapi tidak ada satu orang pun yang mengetahui identitas aslinya. Entah bagaimana dia bisa menyembunyikannya dengan sempurna.

Cuma petinggi-petinggi Organisasi lain yang tahu identitas aslinya.

"Mungkin Tuan Besar pemimpin Organisasi... adalah Al?" Kata Aisa

Kalau menggunakan metode eliminasi, memang akan berakhir dengan dugaan kalau salah satu dari mereka yang belum disebut kemungkinan adalah Tuan Besar.



"Tapi, Al memang sedikit mirip dengan Tuan Besar. Tidak akan aneh kalau dia benar-benar Tuan Besar"

"Tapi Al tidak ada tampang pemimpin. Aku tidak yakin Organisasi akan damai kalau dia yang memimpin" Kataku

"He?! Aku tidak percaya itu keluar dari mulutmu. Dia pacarmu, kan?"

"Memang kenapa? Dia memang tidak ada tampang karismatik seperti Tuan Besar,"

"Hahaha kalau dipikir-pikir benar juga,"


***



Daripada disebut misi, ini lebih tepat disebut liburan.

Sudah sejak lama aku tidak menggunakan kemampuan Eraser ku. Bahkan aku sudah lupa beberapa gerakan.

Kalau harus menyalahkan seseorang atau sesuatu, yang harus disalahkan adalah kedamaian hangat yang menyelimutiku setiap hari.


Berjalan dengan ritme yang sama, aku dan Aisa membicarakan apa pun yang terlintas di benak kami.

"Hei Aisa,"

"Hm?"

"Apa sebaiknya aku memanjangkan rambut?"

"Hm? Kenapa tiba-tiba?"

"Rasanya ingin berganti potongan rambut saja..."

"Oh! Ngomong-omong, Sebaiknya kau dengar lagu terbaru Galnesyur! Kau tidak pernah lihat tangan Syu menari di leher gitarnya, sih! Kau pasti tergila-gila!"

"Tidak tertarik. Lagunya berisik,"

"Berisik?! Melodinya adalah seni! Kyaah~ Membayangkannya saja aku hampir menitikkan air mata, Gitarnya seakan benar-benar menangis!" Aisa mengatakan ini sambil menaruh kedua tangannya di pipi dan mengeleng-gelengkan kepalanya.

"Daripada itu aku lebih tertarik kalau boneka terbaru Peropegozu rilis hari ini. Aku dan Nona Rossa akan mengecek ke tokonya hari ini,"

"Hah! Apa bagusnya boneka yang tidak jelas bentuknya itu?"

"Gadis macam dirimu tidak akan tahu kepopuleran Peropegozu di antara gadis-gadis elegan,"

Aisa melipat wajahnya. Lalu pipinya membesar karena dia menahan udara di dalam mulutnya pertanda sedikit tersinggung.

"Bercanda," Kataku segera.


Dari kejauhan, terlihat Al dan Nona Sabrina juga sedang berjalan menuju ke arah sekolah kami yang baru. Di sebelah Al juga terlihat Tuan Iwan yang sepertinya sedang antusias menceritakan sesuatu,

"Hm? Itu Al, Nana dan Iwan, OOOIII!!! Al!"



Al, Iwan dan Nona Sabrina segera menengok ke arah kami.



Al terlihat aneh hari ini, dia seperti tidak sehat.

"A-"

"Al! Uwah~ Wajahmu kacau sekali," Aisa mengatakannya lebih dahulu daripada diriku.

Dia hanya menggaruk kepalanya dan menunduk. Bahkan Nona Sabrina juga mengangkat bahunya tanda tidak tahu apa yang terjadi.

"Tadi malam ada siaran langsung bola, mungkin dia kurang tidur. Ya kan?"

"E-eh... Y-yah seperti itulah," Jawab Al setengah-setengah.

"Kemarin aku beli multivitamin lewat internet. Aku baca di forum katanya kau bisa terjaga selama 48 jam berturut-turut!"

"Jangan beri aku produk mencurigakan semacam itu." Kata Al terlihat tidak antusias.

Tuan Iwan memandang Al sejenak seakan juga menyadari ada yang aneh dengannya.

"Kalau Al yang aku tahu... dia akan menjawab dengan 'Jangan beri aku produk mencurigakan itu! Kalau aku sampai meminumnya, artinya besok Mumi-mumi di piramid akan hidup dan menyedot darah-darah penduduk sekitarnya!" Kata Iwan menirukan gaya sarkastik Al.

"Terserah kau. Lagipula aku tidak akan menggunakan sarkasme seaneh itu."



Dia terus berjalan menuju arah sekolah, meninggalkan kami semua.



"Dia aneh," Kata Tuan Iwan menaruh tangannya di dagu.


***


"Kyah~ Kita sekelas Eve~" Kata Aisa menguncang-guncang tubuhku.


Tidak aneh sama sekali kalau Al, aku, Aisa, Nona Rossa, Nona Sabrina, Tuan Isaac, Tuan Iwan, Nona Tifa dan Nona Karin berada di satu kelas. Organisasi yang mengaturnya.

Aku menghiraukan Aisa yang sama sekali tidak tahu fakta itu dan memperhatikan ekspresi para calon pemimpin Organisasi itu.

"Hee~ Kita semua satu kelas... Padahal probabilitasnya sekitar 3,89 %," Kata Isaac masih terkagum-kagum dengan hasil yang 'kebetulan' itu.

"Dalam dunia Quantum, hal semacam ini tidak aneh. Kita hanya berada di dunia di mana kita semua sekelas dan berteman. Mungkin di dunia lain kita musuh dan berbeda umur," Kata Nona Sabrina menambahkan.

"A-ah, kemarin aku berdoa supaya kita semua sekelas," Kata Nona Tifa ikut bergabung dalam pembicaraan.

"Mungkin dengan doamu itu, kau mengeluarkan quanta positif. Dan quanta itu cukup kuat untuk mengubah pikiranmu menjadi kenyataan," Kata Nona Rossa menjawabnya dengan percaya diri.

"Atau mungkin ini semua konspirasi!! Mana mungkin sesuatu seaneh ini terjadi?! Salah satu dari kita menggunakan kekuatan finansialnya untuk melakukan ini semua! Pasti itu" Kata Tuan Iwan bersemangat

Iwan menaruh tangannya di dagu. Tuan Isaac dan yang lainnya memandang dengan tidak antusias.

"Pelakunya adalah... Aisa!! Kau yang melakukan semua ini!" Kata Tuan Iwan sambil menunjuk ke arah Aisa seperti detektif-detektif yang ada di film.

"Heee?! Aku tidak tahu apa-apa!! Aw~ Aku tidak melakukannya~"

"Khuhuhu, semakin kau menyangkalnya, kau semakin mencurigakan," Kata Tuan Iwan tertawa licik.

Aisa mengeluarkan ekspresi seperti anak kucing yang kesepian.

"La-lalu bagaimana aku membuktikan ketidakbersalahanku?"

"Aku menjamin kalau Aisa bukan pelakunya," Kataku


"Hee- hehe mungkin saja kalian berdua bersekongkol! Kalian berdua sudah tahu ini semua dari awal dan bekerja sama untuk pura-pura tidak tahu dan saling membantu dalam konspirasi ini!"

"Mungkin saja begitu tapi mana buktinya?"

"B-bagaimana aku bisa menyajikan bukti? Teori Konspirasi itu dibentuk dari 10% sepotong informasi tidak lengkap dan 70& Asumsi dan 10% kebohongan supaya dramatis!" Kata Iwan mengelak.


"Aku membiarkan kalian semua menginterprestasikan perkataanku tadi. Mungkin saja kami pelakunya, mungkin saja kami bukan pelakunya," Kataku.

"Hm... Schrodinger's Cat Box. Selama kita belum punya bukti, kebenaran yang saling berkontradiksi akan eksis secara bersamaan..." Kata Nona Sabrina menggumam.

"Karena aku bukan ahli Microexpression, aku tidak bisa tahu kalian bohong atau tidak," Kata Kak Rossa

"Tapi karena kau mengatakan seperti itu, pasti kalian berdua adalah pelakunya," Kata Tuan Iwan masih bertahan dengan teori konspirasinya.

"Probatio Diabolica, perkataan tadi. Belum ada bukti mereka adalah pelakunya, tapi juga belum ada bukti mereka bukan pelakunya," Kata Nona Sabrina.

"Dan aku sama sekali tidak mengerti apa yang kalian semua bicarakan~" kata Tifa terlihat bingung.


"He-hei Al bagaimana menurutmu~ Kau pasti yakin kalau mereka berdua pelakunya kan?"


Semuanya diam menunggu jawaban dari Al. Al adalah orang yang netral. Mungkin karena itu pendapatnya di dengar semua teman-temannya.


"Mungkin ada salah satu dari kita di sini, adalah suatu anggota Organisasi. Dengan otoritasnya, membuat kita semua sekelas tidaklah sulit. Organisasi itu menggeluti penjelajahan waktu. Karena di masa depan relasi kita sangat mempengaruhi sejarah, mereka harus menutup hubungan sebab-akibat dengan menciptakan konspirasi ini" Kata Al dengan wajah serius.

Semuanya terdiam mendengar jawaban yang tidak disangka-sangka itu keluar dari mulut Al.

"...Jadi?" Kata Iwan bingung.

"Bercanda, kok," Kata Al memecahkan kekakuan atmosfir yang baru saja diciptakannya dengan tersenyum kecil


Isaac dan yang lainnya tertawa. Namun bagiku dan Aisa, kalimat tadi adalah pertanda buruk.


***


"Mati aku! Apa kau kira Al tahu yang sebenarnya??"

Sulit mengatakannya. Terlalu sulit untuk dibilang kebetulan.

Sebenarnya ada suatu kasus spesial di mana kami bisa memberitahu keberadaan Organisasi pada dan hanya pada Al.

Yaitu jika ada suatu keanehan di aliran waktu.

Kalau sesuatu yang 'aneh' terjadi, kami diperintahkan untuk memberitahu Al terlebih dahulu.

Untuk alasannya, aku tidak tahu pasti. Tapi karena diperintahkan seperti itu, kami tentu saja tidak mungkin menolak.

"Tapi keadaan tiba-tiba jadi seperti ini... Apa sebaiknya kita hilangkan ingatan Al?" Saran Aisa.

"Terlalu beresiko kalau dilakukan sekarang."

Aku berusaha setenang mungkin.


Dan tiba-tiba masa depan menghubungiku. Getaran alat komunikasi sebesar genggaman tangan itu selalu terasa mengerikan belakangan ini.


***

Aku segera menuju loteng untuk amannya.

Aku menelan ludah sebelum mengangkatnya

"Halo?"

"Halo,"

Mendengar suaranya aku menjadi lebih tenang.

"Ibu,"

"Yo, bagaimana kabarmu? Ada yang aneh mungkin dengan part-part mu?"

"Ti-tidak sama sekali, Bu," kataku sopan.


Diseberang alat komunikasi ini adalah Nona Karin (Masa Depan).

"Hm... begitukah? Bagaimana misinya?"

"-S-sebenarnya ada hal yang aneh terjadi..."


Aku menceritakan kejadian barusan kepada Ibu.

"Hah~"

Sepertinya Ibu juga bingung dengan situsasi ini. Dia menghela nafas dan terdiam. Sepertinya berpikir keras.

"Ini terlalu aneh... Darimana dia tahu?"

"Bukankah terlalu dini untu-"

"Terlalu dini? Dia paham Organisasi dan Hubungan sebab-akibat! Tidak perlu diasumsikan lagi kalau itu kebetulan..." Ibu terdengar sedikit frustasi.

"Ma-maaf kalau aku membuat Ibu marah..."

"Ti-tidak, hanya saja..."

"Hanya saja?"

"...Tuan Besar hilang..." Ibu mengatakan ini dengan nada yang terdengar sangat putus asa.

"M-maksud Ibu?"

"Organisasi bisa kacau kalau Tuan Besar sampai hilang. Belakangan ini kubu Tuan Lampard juga sering melancarkan serangan ke Kubu Rossa... Agh, selain itu para petinggi lain ingin kau segera pulang karena ada beberapa misi penting di Bentang waktu ini..."

Aku terdiam. Meski begitu itu artinya aku memasukkan seluruh informasi itu kedalam sel-sel otakku.


"Aku akan mengatakan kalau kau tidak bisa kembali dari situ sekarang. Aku juga tahu kalau kau tidak akan bisa memberitahu Aisa secara langsung tentang ini. Lanjutkan sesuai rencana, beritahu Al tentang Organisasi. Seminggu dari waktu di situ, Isaac akan datang memberitahu Aisa, Kau dan Al tentang masalah ini,"

"Aku mengerti, Bu."

"Bagus... Hati-hati, nak"



"Tidak perlu, aku sudah tahu semua,"

Seakan aku tidak bisa membaca keberadaannya Al berada dibelakangku.

Dia terlihat tenang.

"Heh, kalau ini AGS mungkin aku sudah dikejar-kejar satpam karena masuk daerah ini,

Ah...

Ditempat ini aku pertama kali bertemu Lampard..." Kata Al seakan bicara dengan dirinya sendiri.


Aku terbatu di tempat. Dia berjalan ke arahku.

"Sebentar lagi kelas dimulai,"

Aku berusaha menghindar.


"Buat apa masuk kelas kalau 2 minggu dari sekarang dunia akan hancur,"


Kali ini wajah Al benar-benar serius.

---
Author Note

Secara pribadi tidak terlalu suka dengan chapter ini, sih.

Ganti POV benar-benar menguras tenaga (untuk menahan mode sarkasme) LOLOL

Btw, judul chapter ini untuk menghormati (cuih) Witch of Miracle kita, Bernkastel d(>.0)

2 komentar:

Anonim mengatakan...

ahahaha.flac
memang benar mode sarkasme terpaksa dinon aktifkan, tapi gaya tulisan anda yang ini juga bagus kok bro, moe moe~ LOL

Galnesyur? wkwkwk
hmm.. langsung main cepet ya plotnya, I like it. Pembaca toh sudah kenal dengan karakter-karakternya

Keep on writing bro, meskipun mungkin ntar badai kesibukan realita menerjang, don't discontinue it

Franz Budi mengatakan...

Yah gitulah. Saya jadi susah nulisnya karena flow nya gak natural kaya pas mode sak karepe dhewe dari sudut pandang nya Al.

Yang penting selama masih ada 1 orang yang rajin komen kayak anda, saya lanjutlah... Udah kontrak mati juga sama si zetsudou sougi, udah susah-susah di gambarin ilustrasinya ;)