Oke, entri kemarin saya tulis dengan mood senang. Meski jam menunjukkan jam 1 pagi saya masih sempet ngeblog.

Ini kelanjutan cerita dari kejadian kemarin. Kesuksesan diikuti dengan kesempatan yang lebih besar. Acara tahunan yang lebih besar daripada acara graduasi kakak kelas menjadi panggung selanjutnya. Kalau acara kemarin jumlah pengunjungnya tidak sampai bisa buat jumatan, sekarang acaranya dihadiri (kira-kira) 1000 an orang



.
Yeah, musuh kami lebih banyak 3 kali lipat dari pasukan Sparta

Dengan tekad bulat saya mengendarai sepeda motor saya melewati dinginnya Sabtu pagi. Tidur jam 3 pagi, bangun jam 5.30 tidur lagi sampai jam 7.30, langsung berangkat menuju barak milik teman seangkatan.
Muka gw pas lagi naik motor, tinggal tambahin helm... 
...
Ok, I'm not that handsome so don't send me your fugly pics


Sampai di sana saya terlambat. Tumben. Tapi tidak masalah, lalu dimulailah diskusi.

Awalnya ada dua opsi : Menampilkan komedi yang sama atau membuat lagi dari Nol. Menampilkan komedi yang sama tidak akan menguras tenaga, tapi 0.002 persen pengunjung sudah pernah lihat. Akhirnya dengan (sok) berani, kami memutuskan untuk membuat sekuel dari Drama kemarin malam.

Muka gw yang asli pas nyemangatin semua anggota
"Kalo sukses, kita libur 2 hari!!! (tapi boong)"

Berbekal aset terbesar saya saudara Genjik dan Muji (nama disamarkan)  dan bantuan anggota lain kami merumuskan segala macam jurus-jurus banyolan. Inspirasi demi inspirasi terbersit saat latihan. Ribuan tetes air liur karena kebanyakan tertawa kami tumpahkan.


Kami punya sekitar 8 aktor, 4 masquerade, dan 3 backstage. Awalnya ada lebih dari itu... tapi sisanya dimintai bantuan untuk mempersiapkan kursi. Saya sempet sebel juga karena beberapa kartu as saya dirampas. Tapi karena menjadi bagian sebuah keluarga besar sebuah perusahaan haruslah professional, kami terima dengan lapang dada dan mulai seadanya.

"Wait, anda menyuruh saya main bola tanpa kiper?... Apa?! Tanpa anak gawang juga?"
Mungkin analoginya seperti itu :v

Masalah selanjutnya, Budget. Saat bayangan manusia mencapai titik terpendeknya, saya baru sadar. Budgetnya belum ada, padahal alat-alat belum ada dan teman-teman belum makan siang.

"Mas, saya minta yang paling bawah 5 sama yang atasnya lagi 10, kayaknya udah cukup"


Namun untung saja pahlawan kami Sdr. MJD (nama samaran) datang membawa mobil untuk membantu kami mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan. Dengan datangnya bala bantuan, morale kami pun meningkat. Tapi tetep saja kami belum makan siang karena budget belum turun.

Satu anggota bandel seperti biasa datang terlambat, saya sudah maklum karena beliau nggak pernah tepat waktu. Sdr. Gojeng (nama samaran) kali ini datang +7 jam dari waktu berkumpul. Ok dia izin datang jam 2 siang tapi datang jam 4. Tapi tak masalah toh dia bisa perform dengan baik pada pentas kemarin.

 "Imma already late 1 hours, another hour makes no difference"
Motto Sdr Gojeng

Saat latihan ada satu hal yang paling membuat lelah... Ketawa. No, Seriously. Kalau misalnya orang tiba-tiba masuk saat kami sedang latihan mereka niscaya mereka akan mengira kalau kotak tertawa kami rusak. Dan yang luar biasa, perut kami dipaksa terus menerus terkocok oleh banyolan kami sendiri selama 3 jam. Kami seperti lebah yang terkena sengatnya sendiri.



Hari semakin sore, Pahlawan MJD membawakan gorengan dan pulp* sebagai ganjal perut. Dan kami istirahat sampai maghrib. Setelah maghrib latihan lagi. Saat saya sadar saya ingat semua anggota belum ada yang makan. We're Indonesian, so eating light snack doesn't count as eating. Saya pun rekues kepada pahlawan MJD untuk menyalurkan logistik pada kami.


Harusnya tambahin "Karena malu minta makan terus dan gak digubris"
Logikanya Nggak Ada Logistik Nggak Logis.


Jam 9 malam kami cek panggung dan baru makan siang pukul 22.00.

Karena rumah saya dan saudara Surip (nama samaran) jauh kami pun terpaksa menginap.


Bangun jam 5 pagi saya berangkat pulang untuk mengambil pakaian dan sempat makan kopi 1 cangkir plus pukis 2 buah. Setelah itu berangkat lagi sampai ke lokasi jam 7.
 Pukis : Human's Greatest Invention

Berita buruk menyambar saya. Sang Kartu As saudara Genjik jatuh sakit. Kena diare. Oh fu. Saya akui seminggu kemarin semua kru tidak beres makannya. Beberapa aktor utama juga sakit perut, lemas dan tidak bertenaga. Saya sendiri juga selama seminggu jarang pulang ke rumah.

 "Nyate wae Bu! Anakmu kudu tampil meski harus bocor di panggung,"

Saya sudah seperti manajer klub nankatsu yang kehilangan Tsubasa. Saat itu saya disuruh mencari semut berkelamin ganda pun mau asal teman saya itu sembuh. 

"Apa? Final Piala Dunia?! Persetan, gw mau boker dulu,"


Beruntung semua masih bisa latihan gladi bersih di balik panggung.


Saat kami dipanggil, berbekal rasa percaya diri yang datang entah dari mana, kami berangkat ke atas panggung. Tapi ternyata penonton sudah pulang. Memori saya saat manggung di akhir sebuah acara terbuka.

"KAMI DATANG UNTUK MAKAAN!!"

Habis makan dan salam-salaman, semua pulang.


Penonton sudah 98 persen pulang, para tetua-tetua calon pensiunan membuat forum sendiri dan berbincang-bincang di depan kami yang tampil (sepertinya mereka memantati kami), suara mic mati semua dan suara aktor kalah kencang dengan suara angin yang berhembus, hawanya panas seperti pantat penggorengan, seksi acara terus menekan 'kapan nih selesainya,' mereka sibuk sendiri memberesi gumpalan properti yang saya nggak tau buat apa.

"Jangan dihentikan atau saya jadi Goku Super Saiyan 4"
NB : Itu bukan saya

Tapi saya berusaha melindungi Pride teman-teman. Betapa sakitnya di cut saat sedang tampil. Tetap lanjut meski yang menonton adalah anak-anak kecil dan teman seangkatan. Toh, mereka juga tertawa guling salto,

Dalam hati saya ingin memukul siapa pun yang bisa disalahkan, apa arti kerja keras kami selama seharian penuh kemarin sampai kami semua jatuh sakit. Kalau pentas kami yang kemarin adalah emas, menurut saya pentas kami kali ini adalah berlian. Puluhan kali lebih bagus dan all out. Tapi sayang, walaupun yang kami hasilkan berlian tapi kotoran-kotoran dari luar menutup kilauannya.

Mungkin para Messanger of God pun merasakan seperti ini, yang mereka sampaikan benar. Tapi percuma tidak akan ada yang mengikuti karena tidak ada yang berniat mendengarkan. Yang kami sampaikan lucu tapi kalau tidak ada yang mendengarkan dan hadir bagaimana bisa tertawa?


Tidak mungkin tidak ada yang kecewa. Hasil kerja keras, brainstorming, menahan lapar dan menahan rasa lelah yang sudah mencapai titik terpuncak, semua rasanya seperti lukisan monalisa di atas pasir pantai yang tersapu ombak.

Dan beberapa uang yang telah saya keluarkan untuk logistik dadakan tidak bisa diganti. Karena saya terlalu malu untuk meminta ganti rugi nota yang sudah ada di dompet.

Kegagalan adalah....

Bullshit, kegagalan tetap kegagalan.

Tapi dibalik itu semua, pasti ada sebuah hikmah yang tersembunyi. Walau mungkin untuk sekarang hanya Tuhan yang tahu. Boleh berputus asa tapi sebentar saja.

Quote dari kata-kata saya kemarin "Keberhasilan hari kemarin bukan jaminan keberhasilan hari ini, "


PS : Karena saya lupa bawa foto, semua foto dari mbah gugel.

3 komentar:

Zetsudou Sougi mengatakan...

turut berduka
mirip ma fenomena sequel tak akan pernah mengungguli karya originalnya

Unknown mengatakan...

sabar zy,,koe hobby nulis juga ya.....malu cie malu,tapi nota'ne aja di selesepna tas'ku.....:p

Franz Budi mengatakan...

@gecd
condolences accepted

cucute, kie mesti kuntoro