Nana terlihat pucat, namun sepertinya dia menjaga ketenangannya.


"U-untuk apa?"

"Saya datang dari masa depan..."


Aisa dan Eve segera bergerak setelah pria bernama Prof. Lampard itu mendeklarasikan siapa dia sebenarnya.


Aisa dan Eve mendekati punggung Prof. Lampard perlahan dan memberikan isyarat pada Nana yang melihat mereka berdua agar berpura-pura tidak tahu.


Karena tubuhku benar-benar sulit di gerakkan aku hanya diam. Aku tidak ingin nantinya justru aku membuat kesalahan.


Perlahan...

Mereka berdua mendekati Pria itu...



"Oh ya. Sepertinya saya juga harus memberi salam pada Nona-nona Eraser yang dari tadi menunggu di sini..."


"!!!"


Sial! Kita ketahuan dari tadi!


Sang Professor bergerak lebih cepat dari Aisa dan Eve, meraih tangan Nana dengan paksa. Lalu menguncinya leher Nana dengan tangannya sambil mengarahkan pisau ke lehernya.


"Ups. Selangkah lebih jauh, pisau ini mengiris lehernya...AHHAHAHAHHAHA!!!!!!!!!"


Sial! Aku berusaha bangkit dengan seluruh tenaga dan berteriak sebisaku.


"LE-LEPASKAN DIA!!"

"KAK!!" Nana menyambut teriakanku.


"Nana!!"


"TCH! BERISIK!!"

Sang Proffesor memukul leher bagian belakang Nana dan membuatnya pingsan seketika.

SIAL! APA YANG KAU LAKUKAN??!!



"Siapa dia? Eraser Laki-laki? Jarang sekali..." Sang Professor melihat kearahku dengan pandangan menghina.


"Bukan, dia Penjelajah waktu biasa," Kata Aisa


"Penjelajah waktu biasa? Jangan bohong! Aku tahu dia orang biasa."

Lalu dia sadar seseorang yang dia kenal.

"Hee~ Kalau tidak salah kau Eve...Suatu kehormatan bisa bertemu Sang Anjing Organisasi...HAHAHAHA... Hei, kau yang pakai rambut ikat kuda, siapa namamu?"


Aisa terlihat tidak ingin menjawab. Tapi kami tidak sedang dalam posisi untuk memberontak.

"A-aisa..."


"KHihihIHIHi!!! Bodoh! Sebutkan nomormu! Mana tahu aku nama panggilan tidak pentingmu!"


Aisa semakin terlihat muak. Namun tidak ada pilihan selain menjawab pertanyaannya.

"N-No 99..." Kata Aisa sambil menahan amarahnya.

"Hooo~ Tipe Baru..."


Apa yang kalian sedang bicarakan aku tidak peduli, tapi cepat lepaskan Nana!!


"Hei bocah! Kalau kau berisik terus, aku benar-benar akan membunuhnya sekarang juga!" Kata Sang Professor terdengar tidak main-main. Dia bahkan menggoreskan pisaunya ke pipi Nana sehingga darah segar keluar dari goresan itu.


"Ugh!"



"Ok. Dengarkan aku, dan Nona Sabrina kecil ini akan kulepaskan,"


Eve masih belum mengeluarkan kata-kata sedikitpun dari mulutnya. Sedang Aisa terlihat sepertinya dia bisa meledak kapanpun.


"Beritahu siapa identitas Pemimpin Besar... Aku akan membunuhnya." Perintahnya dengan dingin.


Aisa terlihat kaget bukan main. Eve yang terlihat tenang dari jauh, jika diperhatikan dia sedikit gelisah.


"Sebenarnya tidak penting siapa yang kalian bunuh, Aku cuma ingin membuktikan Grandfather Paradox,"


Aisa semakin terlihat emosi.

"Ka-kami tidak tahu!"


"Tidak perlu bohong... Aku sudah tahu kalian tahu,"

"U-untuk apa! Kami tidak mau menuruti perintah gila seperti itu!!" Jawab Aisa segera.

"TCH! Diam kau! Biar aku dengar jawaban Eve!"


Aisa lalu memandang Eve dengan pandangan mata penuh tanya.


"E-eve? Bagaimana ini," Tanyaku.



"Kenapa Anda melakukan ini?"

Awalnya Prof. Lampard kaget dengan pertanyaan ini. Tapi dia dengan tenang menjawabnya.


"Aku sudah bergabung dengan Organisasi selama lebih dari 10 tahun. Memang, waktu itu sangat singkat.

Aku masih ingat saat-saat berdiskusi dengan Nona Sabrina tentang A.D.A.M.

Aku masih ingat pertama kali saat aku dan Tuan Isaac berhasil menyempurnakan dasar Time-Travel. Benar-benar rasa kepuasan yang luar biasa.

Aku juga masih ingat saat Pemimpin Besar dan Eve menjadi orang yang pertama kali menjelajah waktu.



Semua itu serasa baru saja terjadi kemarin.


Tapi kalian tahu, seorang peneliti sepertiku belum puas hanya dengan berhasil. Setelah berhasil masih ada misteri-misteri yang harus dipecahkan,"


Prof. Lampard berhenti sebentar seakan memberikan waktu untuk kami memahami kata-katanya.


"Tapi... Semua itu berhenti....SEMUA ITU BERHENTI!!!

Aku benci itu.

Kita belum berhasil memecahkan Grandfather Paradox!!

Kita belum berhasil memastikan eksistensi Alternate Dimension!

Kenapa kita berhenti disini???!!!


Aku mengeluhkan ini pada Tuan Isaac, dia bilang untuk saat ini cukup.

Aku mengeluhkan ini pada Nona Sabrina, dia bilang untuk saat ini sudah cukup,

Aku tidak mengerti... KENAPA MEREKA PUAS HANYA DENGAN INI!!!!!!!"


Aku, Aisa, dan Eve masih mendengarkan omongan orang tua yang sepertinya dikuasai oleh monster rasa-ingin-tahu dalam tubuhnya.

"Dalam keputusasaanku aku bertemu dengan Pemimpin Besar... Kalau dia, dia pasti mengerti...Aku berpikir begitu dan berkata kalau aku ingin Organisasi maju, aku ingin membuktikan Grandfather paradox....



.......................


..............


........


....


...



"Ok,"

Pria yang menggunakan setelah hitam itu menjawab dengan senyuman. Sulit bagi orang-orang yang belum melihatnya secara langsung untuk mengenalinya sebagai Pemimpin Besar. Perawakannya biasa saja. Tapi dari tubuhnya dia seperti mengeluarkan aura pemimpin yang sangat kuat.

Bagi Lampard, dia adalah satu-satunya yang bisa memahaminya.


"Aku mengerti. Seorang ilmuwan sepertimu pasti ingin memecahkan permasalahan-permasalahan yang belum terpecahkan. Aku paham... khihihi,"

Senyumannya sepenuh hati dan sama sekali tidak terlihat kalau dia berpura-pura. Lampard semakin lega kalau Pemimpin Besar setuju dengan pendapatnya.


"Pe-pemimpin Besar, Izinkan saya untuk menjelajah waktu!"

Prof. Lampard yang 20 tahun lebih tua dari Pemimpin Besar itu bahkan sampai menundukkan kepalanya, menandakan bahwa dia sangat dihormati.


"Tuan Lampard, tidak perlu menunduk... Saya mengerti. Err.. jadi apa yang harus anda lakukan untuk membuktikan Grandfather paradox? Apa anda akan membunuh kakek anda sendiri? Lalu menunggu apakah jika anda berhasil, anda akan hilang atau tidak?"

Sang Pemimpin Besar memegang dagunya tanda berpikir.

"Grandfather paradox mempertanyakan apakah jika seorang penjelajah waktu membunuh kakeknya sendiri, yang mengakibatkan ayah sang penjelajah waktu tidak pernah lahir, sehingga menyebabkan penjelajah waktu itu tidak pernah ada. Dengan begitu penjelajahan waktu dengan tujuan membunuh Kakek itu sendiri tidak mungkin terjadi..."


Sang Pemimpin Besar berusaha memahami maksud sang Professor.

"Tapi pada akhirnya harus membunuh, kan?"

"Sepertinya..." Kata Prof. Lampard terpaksa. Sebenarnya baginya membunuh adalah perbuatan yang sangat hina. Dia tidak ingin melakukannya. Tapi demi pengetahuan, dia rela melakukan apa pun. Bahkan mengorbankan dirinya.

Sang Pemimpin Besar akhirnya mengeluarkan kalimat yang tidak pernah di duga oleh Sang Professor.


"Ok. Bunuh aku..."

"Eh?"


"Kalau anda membunuh saya, penjelajahan waktu tidak mungkin terjadi. Tidak akan ada Organisasi, tidak akan ada A.D.A.M, Nana tidak akan menciptakannya, Isaac tidak akan pernah peduli dengan Time Travel, Tidak akan ada Time Travel"

Sangat mengejutkan. Hanya itu dalam pikiran Prof. Lampard.


"Sa-saya tidak bisa mengorbankan orang lain untuk rasa ingin tahu saya sendiri..."


"Professor baru saja ingin membunuh kakek anda sendiri,kan?"

Prof. Lampard semakin ragu dengan keputusannya. Sempat terbersit dalam pikirannya untuk berhenti.



"Anggap saja ini semacam taruhan denganku. Saya bertaruh anda tidak akan berhasil membunuh saya. Sedangkan anda akan bertaruh berhasil membunuh saya,"


"Ta-tapi itu melanggar aturan Organisasi! Kami tidak boleh membunuh seorang penemu! Anda juga termasuk! Saya tidak bisa..."


"Apa segitu saja?"

Nada bicara Sang Pemimpin terdengar sangat serius.

"Anda mau melakukannya atau tidak? Ini hanya sedikit berbeda dengan Grandfather Paradox.... Tapi efeknya hampir sama... Mau melakukannya atau tidak? Atau...


Memang segitu saja rasa ingin tahu anda?" Matanya yang santai tiba-tiba berubah sangat serius.

Sang Professor dalam dilema. Dia tidak ingin membunuh Pemimpin Besar tapi rasa ingin tahunya yang begitu besar juga tidak bisa ditahan.


"S-saya mau melakukannya,"



Sang Pemimpin Besar tersenyum.

"Hehehe... Saya sudah tahu, anda pasti akan melakukannya."

Pemimpin Besar mengambil sesuatu dari dalam kantongnya. Sebuah disk. Lalu disk itu diberikan pada Lampard.


"Di dalam disk ini ada seluruh rencana dari A sampai Z begaimana anda melakukannya. Tolong diikuti sesuai urutan. Kalau tidak, saya bisa kerepotan"

"Ba-baik. Terimakasih... Tapi anda yakin? Mengorbankan diri tuan sendiri..."

Sang Pemimpin Besar berbalik dan berkata dengan punggungnya.

"Jangan salah paham... Aku cuma yakin, kalau aku tidak akan mati. Itu saja,"


Kemudian Sang Pemimpin Besar menghilang dalam gelapnya lorong hitam.



.........................


....................



...............


...........



.....


...


"Jadi begitu, aku sudah mendapat izin dari Pemimpin Besar. Sekarang beritahu siapa Pemimpin Besar!"

Aisa berusaha tidak begitu saja mempercayai orang ini. Aku pun tidak percaya dengan ceritanya. Mana mungkin aku menyuruh orang lain membunuh diriku sendiri!


"Kalau tidak percaya... Bagaimana mungkin aku bisa mendapat seluruh "Kode" untuk menjelajah waktu dengan akurat seperti ini?! Semua rencana 'pura-pura' terbunuhku juga sangat lancar berkat rencana Pemimpin Besar!"


Aku tidak tahu apa bukti tidak langsung seperti itu efektif. Tapi sepertinya Eve dan Aisa sulit untuk tidak mempercayainya.


"E-eve, bagaimana ini?" Tanya Aisa bingung.


Sang Professor semakin kehilangan kesabarannya.

"Atau... Jangan-jangan DIA adalah Pemimpin Besar," Sang Professor menunjuk ke arahku dengan senyum penuh keyakinan.


Aku yakin wajahku saat ini pucat seperti mayat. Aku tidak bisa menggerakkan tubuhku sedikit pun!




"Lakukan saja..." Kata Eve dengan singkat dan jelas.

"E-eve!" Aisa berteriak pada Eve seakan tidak percaya.


"HAHAHA!! Bagus Eve! Ini adalah keinginan Pemimpin Besar, jadi aku yakin kau tidak akan bisa membantahnya... Sekarang serahkan pemuda itu,"


Sang Professor menunjukkan itikad 'baik'nya dengan melepaskan Nana.



Aku sendiri bingung dengan apa yang harus kulakukan. Sepertinya sang Professor itu tidak berbohong. Dia hanya mengincar nyawaku. Aku tidak yakin apa yang harus kulakukan. Haruskah aku percaya pada diriku di masa depan? Menyerahkan nasib pada takdir?



Sang Professor mengeluarkan sebuah pistol revolver yang sekilas berbentuk seperti Colt Phyton.


Lalu mengarahkannya padaku.



Dan menembakkannya.


DOR!

Sial! Aku belum siap! Kenapa aku harus mati sekarang?!



Sepersekian detik kemudian sensasi timah panas yang menembus pundakku serasa menyakitkan dan perih. Bersamaan dengan gaya dorong peluru yang menghempaskan tubuhku kebelakang, aku merasakan pikiranku ditutupi awan hitam.



Ini pertama kalinya aku tertembak peluru, aku tidak pernah membayangkan aku akan mengalaminya dalam usia semuda ini. Oh, aku lupa, aku harus berteriak, karena ini sakit sekali.

"AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAGHHHH!!!!!!!"

Aku menekan pundak kiriku yang mengalirkan darah dengan deras. Usahaku tersebut membuat lukaku semakin sakit, tapi aku harus menutup lukanya dengan segera.

"Tch, sial. Meleset!"


Aisa dan Eve yang belum siap dengan apa yang barusan saja terlihat sangat marah. Aisa mendekatiku dan memeriksa lukaku. Aisa menidurkanku dan berusaha membantu menutup lukaku.


"Sudah cukup. Anda beru saja membuktikannya. Anda tidak bisa membunuh Tuan Al," Kata Eve dengan nada marah yang ditahan.

"Apa maksudmu? Ini cuma tes saja. Aku cuma mengetes apa kalian mengangguku atau tidak. Aku tidak ingin kalian tiba-tiba menyelamatkannya!

Sekarang..."


Sang Professor mengeluarkan sebuah benda yang terlihat rumit seperti senapan yang ada di film-film sci-fi. Kalau benar sama, seharusnya senapan itu mengeluarkan Light Amplification by Stimulated Emission of Radiation atau tembakan Graviton Cannon.

"Ini adalah acara utamanya... khihHIHIHIHIHI,"


"Jangan bodoh!! Senapan itu digunakan oleh bayi pun akan tepat sasaran! Kau mau membunuh Kak Al?!" Aisa berusaha melindungiku dengan tubuhnya.


"Hentikan sekarang juga Tuan Lampard. Saya bisa menghentikan anda tadi kalau saya mau," Kata Eve dengan dinginnya.



"Eve... sudahlah jangan berpura-pura! Aku tahu kau sudah mengetahui kejadian 30 menit kemudian! Kau sudah memiliki Memory Chip 30 menit kedepan!"


Ba-bagaimana dia bisa tahu?!

Selain Eve dan Sang Professor, semua orang terlihat bingung. Artinya hanya aku dan Aisa yang terlihat bingung.

"Semua tertulis di disk itu. Tentu saja aku tahu." Kata Sang Professor dengan senyumnya yang penuh kepercayadirian.

"Aku tahu kalau peluru revolver itu dibelokkan oleh Eve. Dia Eraser tingkat 1, melakukan hal itu sangat mudah.

Kuncinya adalah bahwa seharusnya dia tidak tahu kalau segera setelah mengeluarkan pistol aku akan menembakkannya. Kalau dia sampai sadar, berarti dia sudah tahu dari awal kalau aku aku akan melakukannya," Jelas Sang Professor.


"Kalau begitu, kau tahu apa yang akan kulakukan selanjutnya, kan? Eve?" Tanya Professor dengan nada penuh kemenangan.


Eve berkata dengan tenang,

"Tentu saja. Kau akan melempar Nana ke bawah, kan?"


APA?!


Aisa yang dari tadi sudah dikuasai amarah benar-benar sudah tidak tahan. Dengan satu hentakan langkahnya, dia melesat menuju Prof. Lampard dengan kecepatan tinggi seperti Superman yang siap menghantam musuhnya.


Tapi sepertinya musuh sudah membaca langkah ini,


Suara memekikkan tiba-tiba membuat telingaku sakit. Segera setelah suara itu berhenti, suara hempasan energi yang sangat kuat keluar.


Mataku tidak bisa mengikuti apa yang terjadi.


Setelah sadar, aku melihat sesuatu yang sangat mengerikan. atap gedung yang menjadi pijakan kami meleleh begitu saja seperti coklat yang dipanaskan. Aku yakin kalau terkena itu, orang paling kuat pemenang World's Strongest Man pun akan masuk lubang kubur seketika.


Setelah itu aku sadar kalau Eve memeluk Aisa dan berada di sisi jalur tembakan tadi.


Aku berusaha duduk supaya bisa mendapatkan gambaran seluruh lingkungan sekitar.


Di jalur tembakan laser atau apa pun itu, seharusnya, kaki Eve ada disitu.

Tapi sepertinya karena Eve menyelamatkan Aisa, kakinya menyerempet jalur tembakan yang mengerikan itu. Kakinya hilang dan dari pergelangan kakinya. Dari luka itu mengalir darah merah yang kental.


"E-EVE!" Aisa terlihat sangat pucat melihat kondisi Eve.


Sebelum kami menjelajah waktu kaki Eve masih ada.


Artinya, masa depan akan berubah.


"Ja-jangan sembrono," Kata Eve dengan nafasnya yang terpatah-patah.


Sang Professor terlihat sangat puas dengan hasil konkrit yang terpampang di depan matanya.

"HA-hahahHHAHAHAHAHAHA. Semua benar-benar sesuai rencana! Sekarang aku bisa dengan santai-"


Kaki sang Professor menyandung tubuh Nana yang tergeletak disitu. Dia terlihat tidak senang.

Dia mengangkat tubuh Nana seperti sebuah bantal yang ringan baginya dan melemparkannya kebawah.



"NA-!"

Akh! Pundakku serasa disengat sekarang. Rasa perihnya membuatku pandangan mataku semakin buram.


Aisa segera melepaskan diri dari Eve dan berusaha meraih Nana. Dilihat beberapa kalipun kecepatan larinya benar-benar sulit ditangkap dengan mata telanjang.

Eve yang terluka, anehnya ikut mengejar Aisa. Dengan sisa satu kakinya, dia melesat hanya dengan satu kali menghentakkan kakinya.

"JANGAN-!"

Eve terlihat putus asa.

Aku tahu kenapa.

Sang Professor mengarahkan tembakannya ke arah Aisa dan Nana.

SIAL!

Aku yang dikuasai oleh rasa sakit dan ketakutanku sendiri tidak bisa berbuat apa-apa sama sekali.


Suara memekakkan telinga itu kembali terdengar. Tembakan yang bisa melelehkan beton itu akan ditembakkan sekali lagi.


Saat itu tiba-tiba ratusan bulu-bulu putih seperti bulu Merpati berterbangan.


Hanya perlu satu detik untuk mengetahui bulu-bulu sayap itu berasal dari Sayap Eve.


Sayap?


Eve mengeluarkan sayap??


Dengan kecepatan luar biasa, Eve meraih Aisa sekaligus Nana.


Saat aku kira semua berjalan dengan lancar. Eve melemparkan Aisa dan Nana kembali ke atap gedung ini. Sedangkan dia masih melayang dan dalam posisi yang sulit.


Saat itu barulah suara hempasan angin tanda peluru atau laser atau beam itu ditembakkan.


Dengan kecepatan tinggi, laser itu menembus perut Eve dengan suara yang sangat tidak menyenangkan.


Aku langsung muntah seketika itu juga.

"HOOEKK!"

"EVE!!!" Aisa semakin pucat.



Pemandangan ini seperti slow-motion... Perlahan bayangan Eve jatuh tertarik gaya gravitasi.



"EVEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEE!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!"

Aku berusaha melakukan sesuatu tapi darah yang keluar dari pundakku sudah seperti keran air. Meskipun aku berusaha menutupnya, tetap saja mengucur. Rasa sakitnya benar-benar baru pertama kali ku rasakan. Panasnya bukan main.


Di tengah keputus asaan, aku masih bisa berharap pada Aisa. Dia pasti bisa melakukan sesuatu...


Aisa bangkit perlahan. Matanya memandang Professor Lampard dengan mata tajam yang penuh kebencian dan amarah.

Perlahan dia seperti menggumamkan sesuatu


"Dismantling Limiter...

Processing....
"


Seraya dia bergumam, udara disekitar kami serasa berusaha menuju ke arah Aisa.

Setelah itu Aisa mengeluarkan sebuah pisau dari balik bajunya.

Sebuah pisau pendek.


Apa yang bisa dia lakukan dengan pisau itu? Lawannya tembakan yang bisa melelehkan beton!


"Heh!"

Meskipun melihat sesuatu yang terlihat mengerikan, sang Professor sama sekali tidak gentar seakan dia sudah tahu kalau ini akan terjadi.


Sang Professor mengeluarkan suatu benda seperti remote dan menekannya.

Saat itu juga tiba-tiba Aisa jatuh seperti marionette yang tali pengedalinya diputus. Kosong tak bergerak sama sekali.


Ah... Ini pasti bagian dari rencana sang Professor...

Bagaimana bisa kami menang melawan seseorang yang sudah mengetahui kejadian masa depan?



Sang Professor berjalan perlahan ke arahku.

Aku harus lari!


Lari!


Tapi pandangan mataku semakin gelap...


Ah... Apa ini akhirnya?


Sang Professor berdiri tepat di atas kepalaku sambil mengacungkan Colt Phyton tepat di tengah-tengah mataku.


"Maaf, tuan. Kita tidak bisa mencoba Granfather Paradox jika tidak mencoba metode kematian yang pasti seperti ini."

Sang Professor menarik pemicunya.


Aku sudah tidak bisa berlogika secara sehat lagi, tapi aku tahu kalau sebentar lagi aku akan mati.


Perlahan kudengar suara gesekan antara kulit dan pelatuk. Jarinya sudah berada di pelatuk.



"Mari kita buktikan apakah saya bisa membunuh Anda, yang membuat Penjejahan Waktu mungkin. Apa yang akan terjadi?"



DOR!



"Tentu saja anda tidak akan berhasil, Karena selalu ada chronology protection conjecture"


Suara renyah itu bukan milik sang Professor.


Karin!


Tubuh Sang Professor jatuh ke arahku. Darah mengucur dari kepalanya. Karin pasti menembaknya tepat di kepala sang Professor.



Pandangan mataku semakin buram...



Dan akhirnya kegelapan menyelimuti pandanganku

5 komentar:

Zetsudou Sougi mengatakan...

HOOOLLYYYYYY SHIIEEEEEEETTTTTTT!!!!! Apa yg sedang kubaca ini!!!!!???? Skor 99/100 ( dan lagi2 karena typo )
Damn!!! Anda memenuhi imajinasi saya soal aksi dan 'aksi' T.O.P!!

Anonim mengatakan...

Cukup satu kata aja:

"Kereeeeeeen!!"

Franz Budi mengatakan...

terimakasih-terimakasih! Masih berusaha memperbaiki typo :swt:

ranggaw0636 mengatakan...

@fall
Wow, makin keren aja light novelnya,
Perkembangan Vn-nya udah sampai sejauh mana?

Anonim mengatakan...

Fallendevil :
@ranggaw

Etto~ udah jauh kok. Udah jadi 1 Short VN :???:

Err... kita kenal di suatu tempat??