Beberapa hari kemarin saya terisolasi dari internet. Mungkin saya belum seperti karakter di Kuchu Buranko yang paranoid kalo ga pegang ponsel, tapi yang jelas yang saya khawatirkan itu

>list anime, donlotan numpuk
>drop
>lama-lama nggak nonton anime karena merepotkan


No i don't want. Anime is my source of analyzing plot and wild mass guessing... and entertaiment. Untuk sekarang saya tidak ingin kehilangan.


Dan saya juga terisolasi dari entertaiment saya yang lain, menulis fiksi dan mendengarkan musik. Karena listrik di rumah saya mati. I spent 3 hours to repair it but the damage was so DEEP INSIDE. Bukan daerah saya untuk menjelajah ke dalam KwH meter.

No electricity is scary. So Dark and Isolated.



Tapi meski begitu manusia masih bisa hidup. We are the 'strongest' creature in earth


***


Dan mengandalkan baterai HP saya yang sudah kritis, sebelum tidur saya sempat membaca Light Novel yang saya rilis 14 Februari 2011...

Ini

It gave my self good laugh. Saya jadi ingat kalau belum merilis final partnya. Dan saya juga ingat masih punya prolognya yang cukup galau. Mungkin dalam waktu dekat saya rilis jadi Short Novel macam Ketua!


***

Beralih ke Witchcraft, saya masih berada di area Introduction, semacam ep 1 untuk When They Cry Series. Di mana saya yakin beberapa pembaca masih kesulitan mengingat karakter. Mengingat saya tidak terlalu banyak memberi deskripsi karakter secara detil dan berusaha mengandalkan dialog dan imajinasi closure pembaca.

Witchcraft cukup berat. Saya sadar, saya tidak bisa tertawa saat menulisnya. Fridge Horror yang harus tersampaikan, struggle dengan Logic Error, the fact that the story is not such a happy story. Saya berusaha keras dengan self-editing, untuk saat ini.

Bayangan Al yang ketakutan sambil memegang senjatanya, sementara karakter lain memiliki power dan pengaruh yang luar biasa dibandingkan dengan karakternya yang simpel dan naif. Entah kenapa belakangan ini selalu terbayang adegan iru

***


Membaca translasi Guide Book Madoka Magica You Are Not Alone benar-benar mengingatkan saya bagaimana menyenangkannya membuat sebuah karya fiksi bersama-sama. Fase brainstorming massal, logic error yang ditemukan cepat dan bagaimana men-deux ex machina-kannya.


Now, I have my own job. Saya ingin lihat seberapa jauh saya bisa melakukan ini. Reader mungkin belum bertambah, tapi suatu hari saat saya ingin membaca sesuatu di kursi goyang saya, hal yang akan saya baca dulu adalah Literature Club Room.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

waaaaww

..:v
cuma itu comment yang terlintas di pikiran.
membuat cerita serius memang cenderung lebih susah, karena butuh konsistensi, karena itu saya lebih banyak bikin parody, yang kalau fail bisa dibikin so fail it becomes epic win. tapi cerita serius tidak bisa. anyway, good luck